by editor | Sep 20, 2019 | Renungan
Matius adalah pemungut cukai. Ia hidup di dunia yang “basah”. Masih ingat kisah pegawai dirjen Pajak yang ditahan tetapi bisa nonton pertandingan tenis di Bali?
Nah, mirip-mirip itulah situasi Matius. Hidup nyaman dengan madece (masa depan cerah) karena posisi dan kedudukannya, Matius sebagai pemungut cukai.
Bergelimangnya harta dan fasilitas ternyata tidak membuat hati Matius tentram. Ada sesuatu yang menggelisahkannya. Ada sesuatu yang belum bisa dijawab dalam hidupnya.
Dalam arti tertentu Matius berada di zona nyaman. Yang tidak nyaman adalah statusnya yang dicap sebagai pendosa.
Pemungut cukai digolongkan dalam kelompok pengkhianat bangsa. Ia menindas rakyat dan pengabdi penjajah Romawi. Ia memungut pajak tinggi-tinggi dari rakyat.
Bisa diduga pajak itu tidak hanya masuk pemerintah Romawi tetapi juga untuk dirinya sendiri. Situasi seperti inilah yang membuat Matius merasa tidak tentram hidupnya.
Maka ketika Yesus berkata, “Ikutlah Aku.” Matius langsung meninggalkan meja cukai dan mengikuti Dia.
Banyak orang tahu dan mengikuti Yesus. Pasti Matius juga paham siapa itu Yesus. Maka ketika Dia memanggilnya, Matius tanpa pikir panjang langsung menyambutNya.
Dan kata-kata Yesus semakin menguatkannya,”Aku datang bukan memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
Matius mengakui bahwa dia dalam posisi sebagai pemungut cukai adalah orang berdosa. Ia juga merasa sebagai orang yang sedang “sakit”, maka ia butuh seorang tabib.
Maka ketika Yesus memanggilnya, Matius menemukan pribadi yang selama ini dia butuhkan. Melimpahnya harta apalah artinya jika hidup tidak menemukan kebahagiaannya.
Perjumpaan dengan Yesus itulah kebahagiaan hidupnya. Maka Matius mensyukuri itu dan mengundang Yesus untuk makan bersama di rumahnya.
Makan bersama adalah tanda sukacita dan kebahagiaan bersama. Berjumpa dengan Yesus mendatangkan sukacita dan keselamatan. Akhirnya Matius meninggalkan semua dan mengikuti Yesus sampai akhir.
Sambal cabai sambal merica
Dua-duanya tidak enak di mata
Melimpahnya harta apalah artinya
Jika dalam hatimu tidak ada cinta
Cawas, suatu pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 20, 2019 | Renungan
Puncta 20.09.19
PW
ADA ungkapan yang mengatakan, “Di balik kesuksesan seorang lelaki, ada pengorbanan besar seorang wanita.”
Di balik kesuksesan Soekarno ada Fatmawati. Di belakang Habibie ada Ainun. Banyak kehebatan tokoh-tokoh besar kaum lelaki, biasanya karena dukungan dan pengorbanan seorang perempuan.
Dalam kisah pewayangan juga ada tokoh Kunti dan Drupadi dibalik keperkasaan Para Pandawa. Di balik keberhasilan Rama dan Lesmana menumpas Alengka karena ada kesetiaan Sinta.
Jangan memandang rendah peran kaum perempuan. Perjuangan mereka itu tidak terlihat namun berdaya sakti. Mereka sering disebut pejuang di balik layar.
WS Rendra pernah menulis puisi berjudul, “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta.” Mereka berjuang dengan caranya sendiri memuluskan kebijakan-kebijakan.
Politisi dan pejabat tinggi, konggres-konggres dan konferensi tak pernah berjalan tanpa peran mereka. Sarinah dan Dasima adalah tokoh perempuan yang disebut berjuang dengan cara mereka.
Entah itu fiktif atau realitas yang sebenarnya, ketok palu yang sebenarnya telah diolah di tangan kaum perempuan itu.
Dalam bacaan Injil hari ini, karya pelayanan Yesus selain didukung oleh kedua belas muridnya, juga dibantu oleh kaum perempuan di belakang mereka.
Mereka itu adalah Maria Magdalena, Yohana bendahara Herodes, Susana dan masih banyak lagi.
Kendati mereka berada di balik layar, namun sokongan atau dukungan mereka sangat besar.
Di dalam aneka kegiatan gereja, peran kaum perempuan ini sangat besar. Sekarang sudah mulai mereka ikut dalam pengambilan keputusan, entah menjadi ketua bidang atau wakil ketua dewan paroki.
Mereka juga memiliki kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki. Tidak ada lagi istilah “kanca wingking” atau orang di balik layar.
Mereka tidak lagi ngurus hal-hal domestik, seksi konsumsi atau urusan dapur. Tetapi mereka juga mampu berorganisasi, memimpin rapat dan mengambil keputusan strategis.
Marilah kita berperan di segala lini dengan talenta dan kemampuan kita masing-masing. Karya Tuhan membutuhkan keterlibatan laki-laki dan perempuan.
Ke pasar buah membeli rambutan
Dapat bonus salak dari Sleman
Karya pelayanan Tuhan membutuhkan keterlibatan
Tidak memandang laki-laki atau perempuan
Cawas, suatu pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 20, 2019 | Renungan
KALAU kita pergi ke mall dan hanya membawa uang sedikit, maka yang didapat juga hanya sedikit. Tetapi kalau kita membawa uang banyak, kita pun akan mendapat banyak barang.
Saya ingat waktu masih di Seminari Menengah. Kami mengadakan acara rekreasi basis (kelompok). Dari suster, kami diberi bekal makan siang dalam doos.
Ada ide nakal sedikit licik. Kami masuk ke restoran. Kami hanya pesan minuman saja. Uang saku hanya cukup untuk beli air minum saja. Kami hanya mengeluarkan duit sedikit tetapi makan di restoran.
Kalau bawa uang banyak mungkin bisa pesan makan yang enak dan mahal. Kalau kita berkurban banyak, pasti akan mendapat banyak pula.
Sebaliknya jika kita hanya memberi sedikit, maka kita juga hanya memperoleh sedikit saja.
Bacaan Injil hari ini menceritakan bagaimana wanita berdosa itu menyambut Yesus.
Ia mengusap kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya dan meminyakinya dengan minyak wangi yang mahal harganya.
Baginya Yesus pantas dihormati sedemikian rupa. Ia merasa dikasihi oleh Tuhan. Maka ia memberikan yang terbaik untuk Tuhan.
Memberi dan menerima itu peristiwa satu tunggal. Orang yang memberi banyak akan menerima banyak juga, sebaliknya orang yang hanya memberi sedikit, juga akan menerima sedikit juga.
Kalau kita ke gereja, memberi persembahan kepada Tuhan hanya cukup untuk parkir, ya jangan berharap akan memperoleh rahmat segudang.
Yesus memberi gambaran dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berutang limaratus dinar, yang lain lima puluh.
Karena mereka tidak sanggup membayar, maka utang kedua orang itu dihapuskannya. Siapakah di antara mereka akan lebih mengasihi dia?
Jawab Simon, aku sangka, yang mendapat penghapusan utang lebih banyak!” Lalu Yesus menunjukkan tindakan wanita berdosa yang diampuni itu.
Kita ini sudah ditebus Yesus dengan darahNya. Apakah kita bisa merasakan kasih Tuhan yang besar itu? Ataukah kita masih menjadi orang yang tidak tahu bersyukur dan berterimakasih?
Wanita itu memberikan yang terbaik dan termahal untuk Yesus. Orang Farisi itu tidak memberikan apa-apa. Maka jangan heran kalau kita juga hanya mendapat sedikit.
Minum jamu rasanya sangat pahit
Jamu rasa kecut karena dijepit di ketiak
Yang memberi sedikit akan memperoleh sedikit
Yang berkorban banyak akan mendapat banyak
Cawas, suatu malam yang indah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 18, 2019 | Renungan
SUATU kali Abunawas dan anaknya pergi ke pasar membeli keledai yang sudah tua. Mereka pulang menuntun keledainya. Orang banyak berkata,
“Orang bodoh, untuk apa membeli keledai kalau tidak dinaiki?”. Abunawas lalu menaiki keledainya.
Orang banyak berkomentar, “Orangtua kejam, kenapa anaknya disuruh menuntun keledai sedang dia sendiri naik di punggung keledai?”
Abunawas turun dan menyuruh anaknya naik keledai. Orang banyak mengomentari, “Anak tidak sopan, kenapa dia naik sendirian sementara ayahnya berjalan menuntun keledai?”
Lalu mereka naik bersama-sama di punggung keledai. Ibu-ibu yang melihat berkata, “Orang tidak berperi kehewanan, keledai sudah tua begitu harus menanggung beban bapak dan anaknya.” Saking kesalnya mereka berdua turun dan membopong keledainya pulang ke rumah.
Mengikuti kemauan orang banyak itu serba susah. Kalau diikuti kita repot sendiri, kalau tidak mengikuti, mereka berkomentar macam-macam, bahkan bergosip sampai memerahkan telinga.
Begitu pun Yesus gundah dengan kemauan orang banyak. Maka Yesus mengungkapkan perumpamaan, “Mereka sama dengan anak-anak yang duduk di pasar dan berseru,
“Kami meniup seruling bagimu, tetapi kalian tidak menari. Kami menyanyikan lagu duka, tetapi kalian tidak menangis.”
Yohanes Pembaptis datang, tidak makan dan minum, bermati raga sangat keras di padang gurun. Mereka menganggapnya gila, kerasukan setan, orang aneh, dll.
Yesus datang bergaul dengan semua orang, makan dan minum dengan orang kecil. Orang banyak berkometar, “Lihatlah seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.”
Orang harus mempunyai prinsip hidup sendiri. Tidak ikut arus, “ela-elu”. Orang diajak memiliki nilai hidup dan berkomitmen untuk memperjuangkannya.
Mengikuti kemauan orang banyak tidak ada habis-habisnya. Tiap orang memiliki prinsip hidup. Prinsip itu akan diuji seberapa jauh kebenarannya melalui komitmen perjuangan kita.
Orang lain mau menilai apa itu tidak penting. Kita sendirilah yang memilih, memutuskan dan mempertanggungjawabkannya.
Naik keledai ke pasar hewan
Pasar Blondo dekat Mertoyudan
Marilah terus berjuang demi kebenaran
Kendati orang menuduh sebagai pahlawan kesiangan
Cawas, indahnya bulan purnama
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 17, 2019 | Renungan
PADA hari Minggu kemarin, kami mengadakan kegiatan Parenting untuk para orangtua.
Menghadapi perkembagan zaman yang sangat maju ini, para oragtua perlu dibekali pemahaman baru tentang pendampingan anak.
Menurut dosen psikologi dari UNIKA Sugiyapranata Semarang, Bapak Ferdinan, pendasaran moral dan etika perlu ditanamkan pada anak sejak dini.
Ada tiga tahap yakni pra konvensional (usia anak 0-5 tahun), konvensional (usia anak 6-11 tahun) dan post konvensional (usia anak 11 tahun ke atas).
Untuk menanamkan nilai-nilai baik buruk, benar salah, boleh dan tidak boleh pada anak usia balita perlu “pemaksaan”.
Pada masa konvensional anak mulai diajar melalui keteladanan. Pada masa post konvensional, anak sudah mulai diajak dialog.
Mereka sudah bisa memikirkan dampak dari tindakannya. Mereka diajari bertanggungjawab dan siap menanggung resiko.
Penanaman nilai belas kasih, bela rasa, kepedulian, toleransi, saling menghargai dan menolong sesama bisa dibiasakan sejak kecil.
“Jika sejak kanak-kanak sudah dibangun moral dan iman yang kuat, anak-anak akan mampu menghadapi dunianya dengan baik. Mereka bisa dipercaya jadi orang dewasa.” Kata beliau.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus berjumpa dengan serombongan pelayat di jalan kota Nain. Seorang janda kehilangan anak laki-laki tunggalnya.
Yesus tahu seorang janda yang tidak punya-siapa-siapa akan mengalami kesulitan di masyarakat. Maka anak laki-laki satu-satunya itu adalah gantungan hidupnya.
Ia sekarang mati. Rasa belaskasihan Yesus langsung muncul. hatiNya tergerak oleh belas kasihan melihat nasib janda itu. Ia langsung ambil tindakan.
Ia menghibur janda itu, “Jangan menangis.” Dan segera menghidupkan anak laki-laki itu. “Hai pemuda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!”
Ketika Yesus tergantung di kayu salib, Ia tahu bahwa kematian sudah dekat. Ia menyerahkan Yohanes sebagai gantiNya kepada Maria.
Maria sudah janda. sepeninggalNya tidak ada yang menanggung Maria. Ia juga menyerahkan Maria kepada muridNya. Sampai akhir hayatNya, Yesus menunjukkan belaskasihan dan kepedulianNya kepada manusia.
Pastilah nilai-nilai moral dan iman itu sudah ditanamkan sejak kecil oleh Maria dan Yusup sebagai orangtua. Hati Yesus mudah tergerak oleh penderitaan sesama.
Dimana pun Yesus melihat ada penderitaan, hatiNya sangat peka dan langsung bertindak.
Apakah kita juga peka melihat penderitaan dan kesusahan sesama kita dan tergerak untuk menolongnya?
Di bukit cinta tumbuh bunga melati
Setiap pagi disinari Sang Mentari
Setiap orang memiliki kepekaan hati
Mari tolong menolong dan saling peduli
Cawas, suatu pagi yang indah
Rm. A. Joko Purwanto Pr