Puncta 17.11.19 Minggu Biasa XXXIII Lukas 21:5-19 / Titanic

 

MASIH ingat tregadi kapal Titanic yang megah itu? Ketika kapal itu menabrak gunung es, kapal itu pecah dan terbelah.

Para penumpang tunggang langgang menyelamatkan diri. Rasanya seperti menghadapi hari kiamat.

Semua orang diburu oleh waktu untuk menyelamatkan diri. Ada banyak sikap dan perilaku yang ditunjukkan orang dalam meghadapi kematian atau hari akhir itu.

Ada banyak orang berebut menumpang di kapal sekoci penyelamat. Ada yang masih bertahan di dalam kapal.

Ada sekelompok pemusik yang terus bermain musik di sela-sela kekacauan. Ada sepasang lansia yang tidur berpelukan di ranjang.

Mereka pasrah pada nasib. Mereka berpelukan menjemput maut. Ada pastor yang tetap bertugas melayani pengakuan dosa dan memberkati orang-orang di situ.

Kita melihat tokoh utama dalam film itu, Jack dan Rose, mereka berdua berjuang mempertahankan hidup.

Mereka lari menerjang kerumunan orang. Mereka menembus air yang memenuhi kapal.

Bertahan dari hempasan kapal yang pecah dan menyedot mereka dalam pusaran gelombang dasyat. Mereka berdua berjuang dan bertahan sampai akhir.

Bacaan Injil hari ini, Yesus memperingatkan murid-muridNya untuk berjuang menghadapi hari kiamat untuk tetap bertahan sampai akhir.

Akan ada banyak kesulitan dan penderitaan. “Bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan terjadi gempa bumi yang dasyat, akan ada penyakit sampar dan kelaparan.”

Selain kedasyatan bumi itu, para murid masih harus mengalami pencobaan berat. Mereka akan diserahkan ke rumah ibadat, dimasukkan ke dalam penjara, dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa. “Beberapa diantaramu akan dibunuh.”

“Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” Menghadapi hari akhir yang dasyat itu, Jack dan Rose tetap bertahan dan berjuang tanpa kenal lelah.

Cinta itu harus diperjuangkan. Kalau kita mengasihi Kristus, maka kasih itu harus diperjuangkan sampai akhir.

Kendati menghadapi tantangan, kesulitan, bahaya bahkan kematian sekalipun, iman kepada Kristus harus diperjuangkan. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu, itulah janji Kristus.

Semua akan mati. Tetapi bagaimana menghadapi itu tergantung dari masing-masing yang mengalami. Jika orang memiliki cinta seperti Jack dan Rose itu, mereka akan berjuang sampai akhir.

Kalau kita memiliki cinta Kristus, kita pun akan tetap bertahan sampai akhir. Cinta mengobarkan semangat untuk tetap berjuang menghadapi apa pun.

Di Titanic aku diam di buritan
Sambil nunggu datangnya perahu
Kalau kamu tetap bertahan
Kamu akan memperoleh hidupmu

Wisma OMI, saat berWeek End
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 16.11.19 Lukas 18:1-8 / Kita Angkat Tangan, Tuhan Turun Tangan

 

SEORANG ibu divonis dokter punya penyakit ganas di tubuhnya dan harus menjalani operasi.

Ia merasa sedih dan takut. Ia berpikir tentang suami dan anak-anaknya. Ia juga harus memutar otak bagaimana bisa membayar biaya operasi yang pasti mahal.

Ia sangat sedih memikirkan semua ini. Satu-satunya usaha yang dapat dilakukan sekarang hanya berdoa kepada Tuhan.

Ia pasrah. Setiap malam ia berdoa kepada Tuhan lewat Bunda Maria. Ia bertekad untuk berdoa tepat pada jam duabelas malam. Setiap hari tiada henti.

Sebulan berlalu, dan ketika sehari sebelum diadakan tindakan operasi, dokter melakukan pengecekan akhir.

Ternyata penyakit itu hilang. Dokter terheran-heran. Tidak ada lagi yang harus diangkat untuk operasi. Dokter memutuskan tidak perlu ada tindakan operasi.

Ibu itu kaget dan tidak menduga. Doanya selama ini didengarkan Tuhan. Ia sangat percaya Tuhan telah mengambil penyakitnya. Tuhan sungguh luar biasa.

Bacaan Injil hari ini Yesus mengingatkan kepada murid-muridNya untuk selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu.

Yesus memberi contoh dengan menceritakan sebuah perumpamaan. Ada hakim yang lalim. Ia tidak takut akan Allah.

Ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim untuk membela perkaranya. Janda itu terus menerus datang dan meminta bantuannya.

Saking tidak tahan diganggu oleh janda itu, maka sang hakim akhirnya menolong.

Yesus menegaskan, kalau hakim yang lalim dan kejam saja berbelaskasih kepada janda miskin itu, bagaimana Allah tidak akan jatuh belaskasihan kepada kita.

Kalau kita mempunyai beban masalah yang berat, entah itu penyakit kronis, persoalan keluarga atau pekerjaan atau relasi dengan orang lain dan kita tidak mampu mengatasinya.

Kita harus angkat tangan di hadapan Tuhan. Kita pasrah dan serahkan kepada Tuhan. Biarlah Tuhan yang turun tangan membantu kita.

Tapi kalau kita sombong merasa bisa mengatasi sendiri, kita turun tangan membereskan.

Tuhan akan angkat tanganNya dan tidak menolong kita. Kita hanya mengandalkan diri sendiri. Maka Tuhan angkat tangan.

Kalau kita sudah angkat tangan terhadap masalah yang kita hadapi maka jangan berhenti untuk berdoa dan meminta Tuhan untuk turun tangan.

Serahkan bebanmu dan masalahmu kepada Tuhan. Pasti Dia akan bertindak. Kalau kita angkat tangan, Tuhan akan turun tangan.

Tetapi kalau kita yang turun tangan karena kita sombong dan tidak mau mengandalkan Tuhan, maka Tuhan angkat tangan.

Makan sambal cabenya lima
Bikin perut mules dan diare
Janganlah berhenti berdoa
Karena “Gusti boten sare”

Wisma OMI, Week End ME
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta15.11.19 Lukas 17:26-37 / Bila Tiba Saatnya

 

SEORANG guru bijaksana bertanya kepada cantrik-cantriknya, “Andaikata dua hari lagi akan kiamat, apa yang kalian lakukan?”

Murid-murid itu saling memberi jawaban. Ada yang ingin bertobat. Ada yang ingin berbuat baik. Ada yang ingin berpuasa.

Ada yang ingin menjual seluruh miliknya dan memberikannya kepada orang miskin. Ada yang ingin berdoa sepanjang malam.

Lalu mereka ganti bertanya kepada gurunya, “Apa yang akan guru lakukan untuk hari kiamat itu?”

Guru itu menjawab dengan tenang, “Saya akan bangun seperti biasa, lalu doa meditasi, menikmati sarapan pagi dengan sepotong roti dan teh panas, lalu melanjutkan kerja di kebun, semua berjalan seperti biasanya.”

Muridnya bertanya, “Kenapa tidak ada persiapan khusus?” Sang guru berkata, “Seluruh hidup ini adalah persiapan menuju ke surga.”

Yesus memberi gambaran bagaimana menyiapkan hari kedatangan Anak Manusia.

“Sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula kelak pada hari Anak Manusia. Pada zaman Nuh itu, orang-orang makan dan minum, kawin dan dikawinkan, sampai pada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua.”

Semua orang menjalani hidupnya seperti biasa. Hanya Nuh tahu bagaimana menyiapkan diri. Ia taat kepada perintah Allah.

Hidupnya dipakai untuk menyiapkan hari penghakiman itu. Ia membuat bahtera. Bahtera itulah yang menyelamatkan Nuh dan keluarganya.

Apakah hidup kita sudah kita pakai untuk menyiapkan bahtera agar kita selamat? Tidak ada waktu untuk menyiapkan karena kita tidak tahu kapan akhir zama datang. Maka seluruh hidup kita harus menjadi saat persiapan.

“Ingatlah akan istri Lot” kata Yesus. Istri Lot telah menoleh ke belakang, maka ia berubah menjadi tiang garam.

Istri Lot tidak mau meninggalkan Sodom kota yang bejat itu. Ia tidak rela meninggalkan masa lalunya. Ia tidak berani melepaskan miliknya.

Harta miliknya tidak bisa menyelamatkanya. Hanya satu yang bisa menyelematkanya yakni percaya kepada Allah saja.

Seperti Nuh taat pada peritah Tuhan, harusnya istri Lot juga hanya percaya kepada sabda Tuhan, Menoleh ke belakang tidak ada gunanya.

Agar kita selamat, fokuslah ke depan dan ikuti perintah Tuhan. Jadikan seluruh hidupmu menjadi saat yang penuh untuk persiapan hari Tuhan.

Pergi ke pasar beramai-ramai membeli baju
Membeli kain bermeter-meter untuk bikin seragam safari
Hari Tuhan seperti pencuri datang tanpa memberi tahu
Siapkanlah dirimu agar tiada sesal di kemudian hari

Cawas, ada hujan sebentar
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 13.11.19 Lukas 17: 11-19 / Berterimakasih

 

PENDIDIKAN pertama yang diajarkan oleh orangtua kepada anak adalah kata terimakasih. Sejak kecil, anak-anak diajari untuk berterimakasih.

Kalau diberi sesuatu oleh orang lain, anak-anak harus menerima dengan tangan kanan dan mengucapkan terimakasih.

Itulah pelajaran budi pekerti agar anak bisa menghargai dan menghormati. Kalau anak bisa menghargai pemberian, dia juga belajar mencintai pemberian itu dan menggunakannya dengan hati-hati.

Anak yang bisa berterimakasih, ia akan mampu menghargai hidup. Hidupnya penuh dengan rasa syukur karena ada banyak hal yang sangat berharga.

Bacaan Injil hari ini menceritakan sepuluh orang kusta yang disembuhkan Yesus. Dari sepuluh itu hanya satu yang kembali untuk mengucap syukur kepada Yesus.

Dari sini sudah tergambar bahwa hanya sedikit saja orang yang mampu mengucap syukur. Satu dari sepuluh orang kembali berterimakasih. Yang lainnya lupa.

Bahkan ditegaskan lagi, seorang yang kembali berterimakasih itu justru orang Samaria, seorang asing. Orang Samaria menurut pandangan umum digolongkan sebagai bangsa yang tidak murni Israel lagi.

Mereka sudah bercampur baur dengan bangsa lain. Mereka dipandang sebagai kelompok yang sudah tidak suci lagi.

Tetapi justru orang Samaria ini yang datang tersungkur di depan Yesus dan bersyukur kepada Allah.

Pelajaran yang bisa dipetik dari bacaan ini adalah, Pertama, ternyata berterimakasih, bersyukur itu tidak mudah.

Nyatanya dari sepuluh orang, hanya satu yang mampu bersyukur kepada Allah. Maka sikap itu harus diajarkan sejak dini.

Kedua, kita sering mempunyai praduga yang keliru. Kita mudah menilai, menghakimi atau mengecap orang lain jelek, buruk, negatif, tidak suci.

Namun justru dari mereka muncul sikap-sikap yang berlawanan dengan penilaian kita itu. Contohnya orang Samaria yang dinilai buruk justru dia yang mampu bersyukur memuji Allah. Jangan menilai orang hanya dari segi lahiriahnya saja.

Yesus meneguhkan orang Samaria itu. “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan dikau.” Orang Samaria itu mempunyai iman yang teguh.

Walaupun dia disebut sebagai orang asing, tetapi dia mempunyai iman yang menyelamatkan. Yesus menerima siapapun juga tanpa pandang bulu.

Iman itulah yang diutamakan. Iman dan syukur itu sangat erat kaitannya. Orang beriman mudah bersyukur.

Orang yang mampu bersyukur, imannya makin teguh. Marilah kita selalu bersyukur atas pemeliharaan Tuhan pada kita.

Pulau Dewata indahnya di Sanur
Keindahannya sangat tenar
Kalau kita mampu bersyukur
Hidup kita akan cerah bersinar

Cawas, hujan sebentar
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 12.11.19 PW. St. Yosafat. Uskup dan Martir. Lukas 17:7-10 / Hamba Sahaja

 

HAMBA yang setia dan tulus itu dipuji tuannya. Ia melakukan kerjanya dengan tulus tanpa mengharapkan pujian atau penghargaan. Ia hanya melakukan tugasnya saja.

Ia melakukan tugasnya dengan setia tanpa menunggu diperintah oleh atasannya atau tanpa dikontrol oleh pimpinannya. Tugasnya dapat berjalan dengan baik.

Ada karyawan yang bekerja hanya kalau diawasi. Kalau tidak ada pimpinan, ia “leda-lede” seenaknya saja.

Hamba yang baik itu bekerja bukan karena takut pada atasannya. Tetapi karena ia berkomitmen pada tugasnya.

Dalam Injil hari ini Yesus mengajarkan kepada murid-muridNya untuk menjadi hamba yang setia melayani tuannya.

Hamba yang baik senang jika tuannya senang. Bukan dia yang membanggakan dirinya tetapi senang jika melihat tuannya bahagia. Ia tidak egois hanya berpikir untuk dirinya saja.

Saya pernah melihat video yang viral di medsos tentang seorang sopir pribadi dari sebuah keluarga kaya. Sopir itu bertugas mengantar kemana-mana tuannya.

Ia mengantar ke kantor sang suami. Ia mengantar ke mall sang istri tuannya. Juga ia harus mengantar tuan putrinya pergi kuliah. Semua dilakukan dengan sukacita.

Setiap kali mengantar tuannya selalu mengeluh tentang kekurangan sang istri. Setiap kali mengantar sang istri selalu yang didengar keluhan percekcokan dgn suami.

Setiap kali mengantar tuan putrinya kuliah yang didengan keluhannya tentang keluarganya yang tidak rukun. Sopir itu menjadi tempat curhat mereka. Lalu sang sopir punya ide bagus.

Ia meninggalkan setangkai bunga di kursi mobil. Ketika ia mengantar bapak, ia berkata bahwa bunga itu dari ibu.

Ketika ia mengantar ibu, bunga yang ditaruh di mobil itu dari bapak. Ketika ia mengantar anak majikannya, ia memberikan bunga saat ultahnya dengan pesan itu dari orangtuanya.

Sejak itu keluarga itu menjadi rukun dan peduli satu sama lain. Sopir itu merasa sungguh bahagia. Apakah kita sebagai hamba Tuhan juga telah membuat tuan kita bahagia?

Cawas, sedang menanti hujan
Rm. A. Joko Purwanto Pr