by giasinta | Apr 21, 2020 | Renungan
Perayaan Malam Paskah (11/4) terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena diikuti seluruh umat Keuskupan Agung Semarang melalui streaming. Meski demikian, seluruh Umat Kristiani bersukacita menyambut kebangkitan Sang Juruselamat.
Dalam Misa Malam Paskah live streaming di kanal YouTube KOMSOS Keuskupan Agung Semarang yang disiarkan langsung dari Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci, Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko mengawali homilinya dengan mengucapkan Selamat Paskah kepada seluruh umat. Bapa Uskup juga bertanya pada umat, “Apakah kalian masih setia dan bangga menjadi murid Krisus di tengah situasi seperti ini?”. Menurutnya, kita semua sebagai Umat Katolik sejak tiga hari berturut-turut setia dan semangat mengikuti Perayaan Tri Hari Suci di situasi pandemi Covid-19 ini. Bapa Uskup juga menyampaikan bahwa tidak sedikit yang merasa terharu karena mengalami kasih Tuhan yang luar biasa di saat mengalami kesusahan hidup.
Selama tiga hari ini, banyak umat yang mengirimkan pesan kepada Bapa Uskup untuk mengungkapkan pengalaman iman mereka yang sangat mendalam. Dari sekian banyak pesan, Bapa Uskup menyimpulkan dua ungkapan pengharapan dan kerinduan yang sangat mendalam di antara kita. Pertama, kerinduan untuk mengikuti Perayaan Paskah seperti tahun-tahun silam di mana kita semua merayakan di gereja dan menerima tubuh Kristus. Selain tiu, ada juga harapan kita agar pandemi Covid-19 ini bisa berakhir agar kita semua dapat melakukan aktivitas seperti basa. Apakah Anda juga memiliki kerinduan dan harapan yang sama?
Bapa Uskup juga memberikan pengandaian, “Seandainya pada mala mini pemerintah kita mengumumkan bahwa wabah virus Corona sudah berakhir dan kita semua bisa beraktivitas seperti biasa, apa yang akan kita lakukan?”. Menurutnya, bisa jadi sebagian dari kita akan keluar rumah dan bersuka ria bersama keluarga dan kerabat kita. “Namun, ada beberapa orang juga yang masih khawatir dan waspada. Apakah kabar ini benar?”, ujarnya.
“Inilah juga yang dirasakan oleh para murid Yesus. Mereka sudah beberapa hari mendekam di dalam rumah dengan perasaan tercekam setelah penangkapan dan penyaliban Yesus di Gunung Golgota. Kemudian datanglah dua orang perempuan yaitu Maria Magdalena dan Maria yang lain membawa kabar bahagia setelah ditampaki oleh malaikat yang mengatakan bahwa Yesus telah bangkit dan hidup kembali,” kata Bapa Uskup. Sebagai umat, kita juga dapat membayangkan bahwa para murid bergembira dan melonjak kegirangan. Tetapi menurut Bapa Uskup, ada sebagian murid yang khawatir, bertanya-tanya perihal kebenaran pemberitaan itu dan apakah mereka boleh pergi keluar rumah tanpa ditangkap orang Yahudi?
“Ketakutan itu semua sirna seketika saat mereka berjumpa langsung dengan Yesus. Dia memberikan salam damai dan bersabda, ‘janganlah takut’. Inilah pengalaman Paskah yang menghalau ketakutan dan membawa sukacita, juga semangat untuk keluar rumah dan pergi mewartakan kegembiraan. Seperti itulah pengalaman para murid akan kebangkitan Yesus,” kata Bapa Uskup.
Bapa Uskup juga bertanya, “Lalu, bagaimana dengan kita yang hari ini merayakan Paskah? Apakah ada sukacita?”. Menurutnya, sebagai umat Katolik kita harus bersukacita dan bergembira karena kita semua mengalami pembebasan dari dosa. Tuhan telah menyelamatkan kita dari kuasa kegelapan.
Sabda Yesus ‘janganlah takut’ bukan hanya ditujukan pada kedua perempuan dan para murid saja, tetapi juga untuk kita semua yang sedang mengalami kecemasan dan ketakutan akan sakit dan kematian. Ada pula yang mengawathirkan hari esok, pekerjaan, kelanjutan studi, keluarga, dan hal lainnya.
“Yesus bersabda seperti itu karena ini adalah saatnya kita membuang rasa takut itu dan mengubahnya menjadi sebuah pengharapan dan keyakinan bahwa Tuhan mendampingi dan menyertai kita. Tuhan selalu membimbing kita dalam menjalani hidup yang penuh dengan kewaspadaan dan kehati-hatian agar terhindar dari wabah virus Corona,” tambah Bapa Uskup.
Bapa Uskup sungguh-sungguh mencoba untuk memperhatikan keselamatan dan keamanan umat Keuskupan Agung Semarang dengan membuat kebijakan untuk meniadakan berbagai pertemuan yang melibatkan banyak orang. Bapa Uskup juga melarang para Romo dan Prodiakon untuk berkeliling ke rumah-rumah umat yang rindu akan tubuh Kristus.
Kita semua sebagai umat Katolik diajak untuk tidak takut menghadapi segala situasi kehidupan ini. Kita harus memiliki keyakinan bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Sama halnya dengan kedua perempuan yang diutus Yesus untuk menemui para muridnya agar mereka dapat menjumpai Yesus di Galilea. Kita yang merayakan Paskah juga diutus, diajak Yesus untuk keluar mewartakan kabar sukacita kepada semua orang yang kita jumpai. Pertanyaan yang muncul adalah ‘bagaimana cara mewartakannya di tengah situasi pandemi di mana kita tidak boleh keluar rumah seperti ini?’.
Bapa Uskup pun menjelaskan bahwa kita bisa mewartakan kabar gembira keselamatan itu dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan baik dan nyata, seperti ramah-tamah, menjalin persaudaraan, mempererat solidaritas, dan meningkatkan kepedulian. “Di situasi sekarang ini, tenaga medis, orang-orang yang mengalami kesulitan ekonomi, keluarga kita yang sudah tua, dan di luar sana banyak orang yang membutuhkan perhatian dan dukungan kita. Kita dipanggil untuk memegang erat amanat Yesus dengan semangat dan penuh sukacita,” ujar Bapa Uskup.
Sembari menutup kotbahnya, Bapa Uskup berpesan kepada seluruh umat untuk selalu bahagia dan jangan takut dalam menghadapi setiap peristiwa dalam hidup. “Tuhan akan selalu menyertai kita,” imbuhnya.
by gisel | Apr 21, 2020 | Artikel
Semarang (09/04/2020), Pada hari tersebut seluruh umat Khatolik memperingati Perayaan Kamis putih atau biasa disebut dengan Malam Perjamuan Terakhir Tuhan dalam rangkain perayaan Pekan Suci dan dimalam ini juga kita diingatkan kembali bagaimana Yesus membasuh kaki para rasul dan mengundang orang-orang beriman untuk saling mengasihi dan melayani satu sama lain. Misa Kamis Putih ini dipimpin oleh Mgr. Robertus Rubiyatmoko selaku Uskup Keuskupan Agung Semarang dan disiarkan secara langsung melalui Platform Youtube Komsos KAS.
Dalam homilinya, monsinyur sempat menyinggung kenapa kita tekun dan setia mengikuti misa secara Online. Sejak Gereja memutuskan untuk meniadakan seluruh kegiatan liturgis maupun non liturgis pada tanggal 21 Maret yang lalu Bapa Uskup telah mengamati para umat yang sangat rajin mengikuti misa online ini. Tidak hanya misa mingguan saja, namum para umat juga rajin mengikuti misa harian juga. Melihat perilaku umat yang begitu aktif dalam mengikuti misa online ini beliau ingin mengetahui apakah motivasi mendasar, mengapa kita sebagai umatnya begitu tekun mengikuti misa. Setelah mencari tahu melalui berbagai sharing yang ada, Bapa Uskup menemukan jawaban yang menarik. Ternyata alasan mereka bukanlah karena gabut ataupun bosan dengan rutinitas yang saat ini banyak dilakukan dirumah saja, melainkan karena perasaan mendasar yang dirasakan ada jauh didalam lubuk hati kita. Apakah perasaan itu ? Jawabannya adalah kerinduan, kita rindu untuk berjumpa dengan Tuhan, untuk mengalami kehadiran-Nya, dan untuk menerima berkat kasih-Nya.
Salah satu sharing dari umat yang begitu menyentuh adalah bahwa karena adanya misa Online, dia bisa merasakan kehadiran Yesus di sekitar mereka. Maka dari itu Yesus pernah bersabda, “dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Kehadiran Yesus begitu dirasakan di dalam rumah-rumah yang hening di masa pandemi Covid-19 ini.
Pada saat homili ini, beliau juga bertanya mengenai perayaan Ekaristi, “Sejak kapan toh perayaan ekaristi diadakan?” kata Bapa Uskup kepada para umatnya. Pertanyaan ini membuat kita berpikir kembali kapan sebenarnya Ekaristi mulai diadakan. Dan jawabannya adalah sejak Yesus melakukan perjamuan terakhir bersama-sama dengan murid-Nya. Karena pada saat itu pula, Ia memberikan diri-Nya sebagai anak domba yang harus dikorbankan. Dimana pada saat itu Ia menebus dosa-dosa dunia dengan mengurbankan diri-Nya dikayu salib demi kita.
Dari peristiwa itu, Yesus telah memberikan teladan kasih dan pengorbanan demi keselamatan kita. Kita bisa merenungkan bahwa karena pengorbanan diri-Nya kita selaku manusia berdosa mau bertobat dan tetap mau berdoa kepada-Nya. Dan sebagai umat-Nya, kita diundang untuk meneladani kasih Yesus dengan saling melayani dan berani berkorban demi kebahagiaan orang lain.
Pada kesempatan ini, Bapa Uskup juga berpesan agar kita juga harus menjaga diri kita masing-masing dengan cara melakukan segala aktivitas dirumah guna meminimalisir penularan Virus COVID-19, mengingat saat ini pandemi ini telah masuk ke Indonesia. Kalaupun keluar rumah dikarenakan bekerja ataupun membeli bahan makanan, kita harus menjaga diri dengan tetap menggunakan masker selama keluar dan setelah balik ke rumah jangan lupa untuk mencuci tangan. Momen ini juga membuat kita bisa menghabiskan waktu bersama keluarga dikampung halaman. Saat pandemi belum menyerang, kita sangat jarang meluangkan waktu kita untuk balik ke rumah dikarenakan tanggung jawab yang diemban diluar kampung halaman. Oleh sebab itu pada saat sulit seperti ini waktunya kita membuka kembung kemurahan hati lumbung kepedulian dan tabungan cinta kasih kita agar bisa berbagi satu sama lain dan saling memberikan kasih sayang satu sama lain.
Demikianlah pesan-pesan yang disampaikan oleh Bapa Uskup pada saat Misa Perayaan Ekaristi Kamis Putih tahun 2020. Semoga pesan ini dapat kita renungkan dan kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Written by Kristo
Edited by Gisella
by editor | Apr 20, 2020 | Renungan
DALAM sastra Jawa ada ”tembung sanepan.” Sanepan adalah bentuk komunikasi dengan menyebut tanda-tanda atau bahasa kiasan agar kita bisa menemukan makna yang paling dalam bagi kehidupan kita. Kadangkala komunikasi ini bisa menjadi sarana sharing pengalaman yang mendalam.
Misalnya, sanepan-sanepan yang sering kita dengar adalah, “Golekana galihing kangkung” (Carilah inti dalamnya batang kangkung), “Golekana tapaking kuntul nglayang.” (Carilah bekas tapak kaki burung bangau yang terbang), “Golekana Kayu Gung Susuhing Angin.” Dan masih banyak contoh sanepan lainnya.
Inti dalamnya batang kangkung itu hanya hampa, angin belaka. Kita manusia itu bisa hidup karena ada nafas, angin yang ditiukpan ke dalam diri kita. Kita berasal dari kehampaan dan akan kembali kepada yang mengisi kehidupan kita. “Golekana tapaking kuntul nglayang.”
Secara iman Katolik, itu berarti Yesus sendiri. Kuntul itu burung bangau putih. Putih itu lambang kesucian. Ia terbang, berarti naik ke atas, surga. Siapakah yang telah naik ke surga kalau bukan Dia yang berasal dari surga?
“Tidak ada seorang pun yang telah naik ke surga, selain Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia.”
Bekas tapak kuntul yang melayang, apa dan siapakah itu? Orang-orang yang telah dibaptis dan menjadi pengikut Yesus itulah tanda kelihatan dari Yesus yang naik ke surga.
Kita ini adalah tanda dari kehadiran Kristus sendiri. Orang-orang katolik yang melaksanakan ajaran Kristus adalah tanda dari kehadiran Kristus. Mereka itulah “tapaking kuntul nglayang.”
Pembicaraan Yesus dengan Nikodemus itu memakai perlambang-perlambang tinggi dan dalam. Orang harus dilahirkan kembali dalam air dan roh. Kalimat itu tidak boleh hanya ditangkap secara lahiriah semata.
Kalau hanya diartikan secara letterlijck, maka sulit terjadi. Bagaimana kalau orang sudah tua harus lahir kembali dari rahim ibunya? Begitu cara pikir Nekodemus.
Pembaptisan itulah kelahiran kembali. Orang yang dibaptis, dilahirkan kembali menjadi manusia baru, menjadi Anak Allah. Dengan menjadi Anak Allah ia akan beroleh hidup kekal dalam kerajaan Allah.
Syarat untuk memperoleh hidup kekal adalah percaya kepada Anak Manusia dengan pembaptisan. Dengan demikian orang dilahirkan kembali.
Sarang angin ada dimana?
Di ufuk saat mentari datang.
Kristus Yesus junjungan kita.
Sudah bangkit dan menang.
Cawas, menanti bulan purnama…
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Apr 19, 2020 | Renungan
KISAH wayang ini menggambarkan bagaimana Prabu Ramawijaya di Pancawati lahir kembali dalam diri Prabu Batara Kresna. Sejarah Sang Hyang Wisnu, pemelihara alam semesta mangejawantah dalam diri pribadi-pribadi yang membawa keselamatan.
Pertama menjelma dalam diri dalang Kandhabuwana, Kedua lahir dalam diri Prabu Harjuna Sasrabahu Raja Maespati, Ketiga menjelma dalam diri Raksasa Wisnungkara di Lokapala, keempat lahir dalam diri Prabu Ramawijaya, kelima dalam diri Batara Kresna di Dwarawati.
Keenam manjalma dalam diri Sri Aji Jayabaya di Pamenang, ketujuh dalam diri Prabu Anglingdarma di Malawapati Bojanagara, ketujuh dalam diri Prabu Brawijaya terakhir di Majapahit. Setelah itu Wisnu kembali ke Kahyangan.
Pembicaraan antara Yesus dengan Nikodemus berkisar tentang kelahiran kembali. Nikodemus berpikir lahir kembali secara lahiriah.
“Bagaimana mungkin seorang dilahirkan kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan kembali?”
Namun Yesus berbicara bahwa kelahiran kembali itu terjadi dalam air dan Roh. Dalam diri manusia ada daging dan Roh. Apa yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari roh adalah roh.
Orang yang dilahirkan dari Roh akan hidup secara baru. Ia melihat bukan hanya apa yang nampak di mata. Ia bisa melihat apa yang tidak terlihat.
Seperti orang bisa merasakan desiran angin. Ia mendengar bunyinya, namun ia tidak bisa mengira dari mana angin datang dan kemana dia pergi.
Dunia ini bukan hanya badan “wadhag” atau benda-benda lahiriah semata, ada Roh yang tak kelihatan memimpin kehidupan kita. itulah Roh Kudus yang menerangi dan menuntun langkah kehidupan kita.
Lahir dalam Roh berarti mengikuti kehendak Allah yang menciptakan kita. orang yang lahir dalam Roh berarti dipimpin oleh kehendak Allah. Ia membawa keselamatan, kebaikan, keselarasan, harmoni kehidupan dengan alam semesta.
Pembaptisan berarti kita lahir dalam Roh yang membawa kita menjadi anak-anak Allah. Dengan dibaptis, kita dilahirkan kembali. Kehidupan lama berubah menjadi hidup yang baru.
Roh Kuduslah yang menuntun kita mengarah kepada Bapa. Apakah kita sadar bahwa dengan pembaptisan, hidup kita sudah diperbaharui dalam Roh Kudus? Ataukah kita masih hidup dengan cara lama?
Rumput hijau tak muncul di pagi hari.
Ia layu karena panas terik matahari.
Dalam pembaptisan kita lahir kembali.
Dibimbing menjadi anak Allah yang sejati.
Cawas, selalu berdoa dan berharap….
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Apr 18, 2020 | Renungan
MUKIDI pergi ke gereja naik sepeda. Di tengah jalan ban sepedanya melindas paku tajam, “bleesssss….” Ban sepeda kempes. Mukidi turun tidak percaya. Ia pencet ban sepedanya. “Woow.. kempes.”
Ia tuntun sepedanya beberapa ratus meter. Tali sandal yang dia pakai putus. Sandal dia buang. Dengan kaki telanjang dia berjalan sambil menuntun sepeda.
Tanpa sengaja kakinya menginjak “telek lencung”. Ia tidak percaya. Tangannya meraba kaki yang menginjak benda sedikit lembek. Ia membaui tangannya. “Wow.. taik ayam.”
Kita ini punya rasa ingin tahu, tidak mudah percaya, ingin melihat bukti nyata. Sifat-sifat itu melekat dalam diri kita.
Sudah diminta untuk diam di rumah supaya bisa menyetop penyebaran virus corona, tetapi orang masih tetap berkumpul di kafe atau warung-warung. Rasa ingin tahu dan tidak mudah percaya itulah yang sering mendorong orang berbuat sesuatu.
Sesudah Yesus bangkit, beberapa kali Dia menampakkan diri kepada para murid. Ia memberi salam kepada mereka, “Damai sejahtera bagi kamu.” Dia datang bukan membawa ketakutan, tetapi membawa damai sejahtera.
Tomas atau Didimus adalah salah satu murid yang belum pernah melihat Tuhan. Maka dia tidak percaya kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri. Tidak percaya dan ingin membuktikan sendiri itulah niatnya Tomas.
Seperti Mukidi, sudah tahu dia menginjak taik ayam, namun jarinya masih tetap ingin membuktikan bahwa benar itu taik ayam, bahkan belum puas jika belum menciumnya sendiri.
Tomas sudah mendengar dari cerita beberapa murid, juga para wanita bahwa Yesus bangkit. Tetapi dia ingin membuktikan sendiri bahwa Yesus sungguh bangkit.
Yesus memberi waktu dan tempat khusus kepada Tomas. Ia menampakkan diri saat murid-murid berkumpul bersama Tomas. Akhirnya dia mengakui, “Ya Tuhanku dan Allahku.”
Itulah pengakuan iman yang tulus. Di hadapan Yesus, kita mengakui, Dialah Tuhan dan Allah kita. Tuhan menghibur kita semua, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.”
Kita tidak mungkin melihat Yesus yang bangkit. Tetapi kendati demikian, kita percaya bahwa Yesus hidup di tengah-tengah kita. Mari kita hidupi iman kita ini dengan saling mengasihi.
Malam-malam pasang property.
Lihat film dengan kacamata.
Yesus bangkit dari mati.
Dia tinggal di tengah kita.
Cawas, bulan di atas telaga…
Rm. A. Joko Purwanto Pr