by editor | Mar 31, 2022 | Renungan
Hargai Budaya Sendiri.
ADA banyak ilmuwan pandai di Indonesia tetapi hasil karyanya tidak dihargai di negeri sendiri. Hasil karya mereka malah diterima dan dihargai di negara asing.
Ambil contoh misalnya, Dr. Khoirul Anwar yang berhasil menciptakan teknologi broadband. Hasil karyanya justru mendapat penghargaan di California dan Jepang.
Contoh lain, Muhamad Nurhuda yang menciptakan kompor ramah lingkungan. Karya dosen Universitas Brawijaya ini tidak laku di negeri sendiri, tetapi justru laku di India, Peru, Timor Leste dan sebagian negara Afrika.
Kompor buatan Nurhuda sudah diproduksi massal di Norwegia.
Yesus kembali ke Nasaret, kota asal-Nya. Namun orang-orang Nasaret justru tidak mempercayai-Nya. Orang-orang Nasaret, tetangga Yesus tahu siapa keluarga-Nya. Mereka tidak percaya akan kuasa Yesus.
Mereka mengenal latar belakang keluarga-Nya. Mereka kenal siapa-siapa kerabat-Nya. Mereka heran darimana kata-kata indah itu didapat-Nya sehingga Dia bisa mengajar di rumah ibadat mereka.
Orang-orang Nasaret itu tidak bisa mempercayai-Nya. Mereka menutup diri terhadap pengajaran-Nya.
Ia menegaskan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.”
Yesus mengkritik kedegilan hati mereka. Ia menunjukkan contoh-contoh bagaimana seorang nabi justru tidak dihargai di tempat asalnya sendiri.
Nabi Elia dan Elisa tidak dipercaya oleh bangsanya sendiri. Justru janda di Sarfat dan Naaman orang Siria percaya pada nabi dari Israel.
Mereka justru menyembuhkan orang-orang asing yang percaya seperti Janda di Sarfat dan Naaman dari Siria itu.
Bangsa Indonesia juga dibuat untuk tidak mencintai budaya sendiri. Kita dicecar dengan budaya asing. Wayang diharamkan. Baju kebaya yang warna-warni diganti dengan baju seragam berkabung. Kendi dianggap musrik.
Ada kelompok yang berusaha mendegradasikan nilai-nilai budaya kita dan membuat asing di negerinya sendiri.
Barusan kita melihat Marc Marques asyik bergoyang dengan penyanyi dangdut sebelum ajang motoGP.
Orang-orang asing saja sangat menikmati dan menghargai budaya kita, mosok kita malah tidak menghargai budaya sendiri.
Kita ini hidup di negeri yang sangat kaya dengan aneka kebudayaan. Kita tidak hidup di tengah padang pasir. Semestinya kita menghargai nilai-nilai budaya sendiri.
Jangan sampai terjadi seperti reog Ponorogo yang mau diklaim orang Malaysia menjadi budayanya.
Yesus mengkritik orang-orang di kampung asal-Nya sendiri yang tidak mau menerima dan menghargai karya anak bangsa. Hal yang sama juga terjadi di negeri kita sendiri.
Kita kurang menghargai budaya sendiri. Malah tergila-gila dengan budaya asing. Kita harus mencintai dan menghargai hasil budaya kita sendiri.
Nonton balap motor dari atas gunung,
Walau hujan deras tidak kering-kering.
Kita punya budaya yang adi luhung,
Jangan terkecoh dengan budaya orang asing.
Cawas, aku bangga budaya sendiri…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 20, 2022 | Renungan
Ira Dei atau Murka Tuhan.
ADA sebagian orang yang berpendapat bahwa bencana itu adalah kutukan Tuhan. Peristiwa tsunami, gempa dan tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang atau peristiwa sial lainnya dianggap sebagian orang sebagai kutukan.
Tuhan sedang murka sehingga mendatangkan bencana.
Pada Tahun 1755 terjadi gempa dan tsunami dasyat di Lisbon, Portugal yang mengakibatkan kehancuran seluruh kota.
Gereja katedral Lisboa, Basilika Sao Paulo, Gereja Misericordia, Rumah Sakit Kerajaan dan istana Ribeira luluh lantak. Kurban meningal diperkirakan 90.000 jiwa.
Para tokoh agama mempertanyakan kejadian ini. Apakah Tuhan murka pada kita? Mengapa Tuhan membiarkan kehancuran terjadi? Mengapa Tuhan diam saja? Bagaimana iman kita menyikapi persoalan ini?
Jauh sebelumnya, Kitab Ayub dalam tradisi Deuterokanonika sudah menjawabnya.
Ayub seorang yang saleh hidupnya mengalami kemalangan yang luar biasa. Teman-temannya berkata bahwa Ayub dikutuk oleh Tuhan. Namun Ayub menolak pandangan itu.
Menurutnya, Tuhan itu maha baik. Ia tidak bersalah atas terjadinya bencana, penderitaan dan kemalangan yang menimpanya.
Yesus dihadapkan pada persoalan yang sama ketika sebagian orang mengabarkan tentang kematian orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus dan darahnya dicampur dengan darah korban persembahan.
Darah mereka dianggap kotor, najis, berdosa. Darah kutukan yang membawa bencana.
Juga kejadian yang menimpa delapanbelas orang yang tertimpa menara dekat kolam Siloam. Kematian mereka dianggap nista, maka terkutuklah cara mati demikian.
Penderitaan dan kemalangan tidak boleh dipakai untuk mengadili atau mengutuk seseorang. Bahkan menyalahkan Tuhan.
Yesus justru menekankan, “Kalau kamu tidak bertobat, kamu semua pun akan binasa dengan cara demikian.”
Mereka yang menjadi korban itu tidak lebih berdosa daripada kita. Kita tidak boleh menganggap diri lebih suci, bersih dan saleh.
Peristiwa-peristiwa itu harus membuat kita merenung, berefleksi diri, berani bertobat.
Penderitaan, kemalangan, bencana adalah misteri kehidupan. Dunia dan kita ini rapuh dan terbatas, mudah gagal. Oleh karena itu kita harus terus berusaha sebaik mungkin.
Seperti pengurus kebun yang tidak putus asa, tetapi berusaha memelihara pohon ara supaya menghasilkan buah. Ia mencangkul, memberi pupuk dan menyirami serta merawatnya.
“Mungkin tahun depan akan berbuah, jika tidak, tebanglah.”
Jika ada orang gagal, jatuh, menderita, mengalami kemalangan, janganlah kita merasa senang, merasa paling benar, merasa paling beruntung, merasa paling dikasihi Tuhan.
Kalau sedang dirundung derita dan kemalangan kita tidak boleh menyalahkan Tuhan, menghujat dan membawa-bawa nama Tuhan.
Kita diajak bertobat dan berusaha hidup lebih baik lagi.
Kalau cari batik ada di Pekalongan.
Kalau mau kain lurik ya ada di Pedan.
Sukanya menyebut-nyebut nama Tuhan,
Tapi kalau menderita suka menyalahkan.
Cawas, Tuhan maha baik….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 20, 2022 | Renungan
Tulus Hati
“SAYA sangat bersyukur pastor, punya suami yang baik banget. Selisih umur kami jauh. Saya sudah hamil dengan teman sekolah. Saya bingung dan putus asa saat itu.
Tanpa diduga suami saya itu datang ke rumah. Ia mau mengambil saya jadi istrinya. Waktu itu saya ragu. “Benar ndak eh….karena saya takut dipermainkan lagi.” Ibu itu membuka kisahnya.
Dia sudah tahu keadaan saya. Dia mau menerima saya dengan ikhlas.
“Puji Tuhan pastor, kami sudah berjalan delapanbelas tahun.” Dia mencintai anak saya seperti anaknya sendiri.
Dia tipe orang yang bekerja keras. Dia penuhi segala kebutuhan kami. Mau pergi kemana pun, dia ijinkan. Bagi dia, yang penting kami bahagia. Anak kami satu-satunya sekarang sudah kuliah. Papanya pengin dia sukses dan bahagia.
“Sungguh tak henti-hentinya saya bersyukur punya suami sedemikian baik, setia dan bertanggungjawab. Tetapi masih ada satu permintaan saya pada Bunda Maria, agar suami saya mau dibaptis.” Katanya sambil menunjukkan rosarionya.
“Saya punya nasar, kalau dia dibaptis, kami akan ikut ziarah ke Lourdes. Saya ingin bersyukur pada Bunda Maria. Nanti pastor yang dampingi ya, nanti saya akan bersaksi.” Katanya sembari menutup pembicaraan.
Ada banyak orang yang setia dan tulus hati dalam hidup sehari-hari. Ketulusan itu berarti melakukan segala sesuatu tanpa mengharapkan balasan apa pun.
Tulus hati juga berarti percaya penuh dan siap melakukan apa pun dengan berani menanggung segala resiko.
Setia dan tulus hati membutuhkan komitmen yang tinggi. Tidak mudah berubah oleh pandangan atau penilaian orang lain.
Hari ini kita merayakan St. Yusup, suami Maria. Ia adalah teladan kesetiaan dan ketulusan hati.
Saat bertunangan, Maria telah mengandung dari Roh Kudus. Ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Namun ketika sedang menimbang-nimbang hal itu, malaikat hadir dalam mimpinya.
Malaikat berkata, “Yusuf, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.”
Kesetiaan Yusuf nampak ketika bangun tidur, ia segera berbuat seperti yang dikatakan malaikat itu. Tanpa menunda dan ragu-ragu, ia mengambil Maria menjadi istrinya.
Pribadi yang setia dan tulus hati berpikir bukan untuk dirinya sendiri, tetapi fokus tindakannya demi kebahagiaan orang lain.
Kendati penuh resiko dan tantangan, sulit dan penuh perjuangan, namun tetap dilakukan demi membahagiakan banyak orang.
Ia berhasil mengubah cinta eros menjadi cinta agape. Cinta yang tidak didasarkan pada nafsu erotic tetapi cinta demi kebahagiaan orang lain dengan berani berkorban.
Tanpa banyak kata, Yusuf segera melakukan perintah malaikat itu. Segala resikonya ditanggung dengan gembira dan tulus ikhlas.
Ia membawa Maria ke Betlehem, mencarikan penginapan, menjaga Maria dan Bayi Yesus di gua yang dingin. Ia juga harus menyelamatkan ibu dan bayinya dari ancaman Herodes ke Mesir.
Di balik kehidupan Yesus dan Maria, ada tokoh tersembunyi, namun berjasa karena kesetiaan dan ketulusan hatinya. Santo Yusuf, bapa yang baik, doakanlah kami.
Jalan-jalan di pagi hari,
Singgah di pasar membeli roti.
Santo Yusup yang tulus hati,
Lindungi dan jagailah kami.
Cawas, tebarlah kebaikan…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 20, 2022 | Renungan
Tak Tahu Berterimakasih.
RAHWANA atau Dasamuka adalah raja yang jahat, kejam dan licik. Ia ingin menculik Sinta menjadi istrinya.
Ia menyamar sebagai pengemis miskin dan menderita. Badannya kurus kering dan pakaiannya compang-camping. Ia mendekati tempat Sinta berada di tengah hutan.
Sinta tinggal di sebuah lingkaran dengan “rajah kalacakra.” Garis lingkaran itu diberi mantra sakti oleh Lesmana, agar tidak ada orang atau musuh bisa masuk di dalamnya.
Lalu Lesmana mengejar kijang kencana, jelmaan Kalamarica, prajuritnya Rahwana sendiri.
Dasamuka bertindak licik dengan tipu muslihat yang jahat. Ia meminta-minta di luar garis lingkaran. Ia merintih minta sedekah kepada Sinta. Badannya yang lemah tidak mampu mendekati garis lingkaran.
Sinta berbelaskasihan. Ia tidak tega melihat pengemis tua renta dan menderita. Ia mengulurkan tangan mau memberi makanan.
Tangan sinta yang keluar dari lingkaran mantra sakti langsung disambar Dasamuka. Sinta diculik, dibawa lari menuju Alengka, tempat Dasamuka.
Dasamuka yang jahat itu tidak tahu berterimakasih. Ia sudah ditolong, tetapi justru berlaku jahat.
Inilah yang menyebabkan Alengka dihancurkan oleh Rama dan pasukan keranya.
Yesus menyindir para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Tuan kebun anggur itu sudah berbuat baik. Ia menyewakan kebun anggur kepada para penggarap.
Tetapi para penggarap itu curang, licik dan jahat. Mereka selalu melawan dan menolak menyerahkan hasil garapan. Bahkan para utusan ditangkap, dipukul dan dibunuh.
Pemilik kebun anggur itu menyuruh anaknya. Namun sang anak juga diperlakukan sama. Mereka berusaha merebut harta warisan milik anak itu.
Lalu dengan cerdik Yesus bertanya kepada para imam dan tua-tua itu, “Mau diapakan para penggarap-penggarap itu?”
Mereka menjawab, “Orang-orang jahat itu harus dibinasakan. Kebunnya disewakan kepada penggarap lain yang bertanggungjawab.”
Yesus langsung menohok mereka, “Kerajaan Allah akan diambil dari padamu, dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah kerajaan itu.”
Keselamatan akan diberikan kepada mereka yang bisa menghasilkan buah Kerajaan Allah. Orang yang tidak tahu berterimakasih dan bertanggungjawab akan disingkirkan dan dibuang.
Kerajaan Allah akan diberikan kepada mereka yang menerima dan mengembangkannya.
Dimanakah posisi kita? Apakah kita sebagai penggarap yang bekerja keras dan menghasilkan buah baik?
Ataukah kita adalah orang-orang yang tidak tahu terimakasih dan menghambur-hamburkan kepercayaan Tuhan?
Ingat ya, “Bandha kuwi mung titipan, nyawa kuwi mung gadhuhan” artinya harta dan nyawa atau hidup itu hanya pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemilik-Nya.
Suatu saat nanti kita semua harus mempertanggungjawabkan titipan kita.
Ayo lihat Marques ikut balapan,
Menggeber motor gede di jalanan.
Bersyukurlah selalu kepada Tuhan,
Kita dipercaya mengelola kehidupan.
Cawas, bisaa rumangsa, aja rumangsa bisa….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 16, 2022 | Renungan
Fenomena Crazy Rich Man.
BELUM lama kita disuguhi berita orang-orang muda yang sering memamerkan kekayaannya di medsos.
Mereka pamer rumah mewah seperti istana, tanahnya luas, mobil mewah dan barang-barang branded yang mahal.
Bahkan ada yang berkeliling Paris, New York, London dengan jet pribadi. Luar biasa hebat ya….
Anak-anak muda kaya raya itu sering muncul di medsos. Itu cara mereka menarik perhatian orang lain agar mereka jadi followernya.
Mereka sedang mengirim signal bahwa mereka hebat. Banyak orang tergiur dan masuk jebakan. Kekayaannya dipakai untuk menjerat orang masuk ke dalam perangkapnya.
Sementara di sekitar kita masih banyak orang mengalami kemiskinan, pengangguran, PHK. Pandemi makin mempersulit hidup.
Lapangan pekerjaan makin susah. Pemulihan ekonomi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Keprihatinan dan penderitaan masih ada dimana-mana.
Kepekaan hati nurani sangat dibutuhkan dalam kondisi keprihatinan sekarang ini.
Semangat belarasa mesti ditumbuhkan agar kekayaan dipakai untuk mengentaskan mereka yang menderita. Kekayaan bukan hanya ditimbun untuk diri sendiri.
Dalam Injil Yesus menyikapi kondisi seperti sekarang dengan perumpamaan orang kaya dan Lazarus.
Orang kaya itu hidup dalam kemewahan, berpesta pora, bajunya halus dan mahal.
Sedang Lazarus miskin, tubuhnya penuh dengan borok. Anjing-anjing datang menjilatinya. Ia kelaparan, makan dari remah-remah yang jatuh dari meja orang kaya.
Kondisi terbalik ketika mereka mati.
Lazarus berada dalam pangkuan Abraham. Ia hidup bahagia di surga.
Sedang orang kaya itu menderita dalam kesakitan nyala api. Ia sangat kehausan.
Penderitaan di dunia membawa Lazarus masuk surga. Tetapi kenikmatan dunia bisa membawa sengsara di alam sana.
Kematian tidak bisa mengubah keadaan. Kekayaan yang berlimpah tidak bisa menyelamatkan.
Di dunia dia berkelimpahan, kini dia butuh secelup air di ujung jari saja tidak mendapatkan. Kebaikan walau hanya seujung jari akan menyelamatkan.
Pelajaran moralnya adalah jangan menumpuk harta kekayaan hanya untuk diri sendiri.
Kebaikanlah yang akan menolong kita. Semangat berbagi dan berbelarasa pada saudara-saudara yang menderita akan menghantar kita ke surga.
Surga itu dibangun ketika kita masih hidup di dunia. Jangan menunda untuk melakukan kebaikan selagi kita masih bisa.
Di alam sana ada jurang yang memisahkan kita. Di sinilah, di dunia ini kita masih bisa berhubungan dengan sesama.
Di sini dan saat ini kita masih punya kesempatan menggunakan harta kita untuk menolong sesama.
Kita tidak perlu bangga disebut the crazy rich man, karena surga tidak ditentukan seberapa banyaknya harta yang kita punya, tetapi seberapa banyaknya kebaikan-kebaikan yang kita bagikan kepada sesama.
Punya harta kekayaan melimpah,
Bisa mengantar kita ke hotel prodeo.
Jangan bikin hidup kita jadi susah,
Lebih baik rukun sama anak bojo.
Cawas, menabung kebaikan….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr