Puncta 18.03.22 || Jumat Prapaskah II – Matius 21: 33-43.45-46
Tak Tahu Berterimakasih.
RAHWANA atau Dasamuka adalah raja yang jahat, kejam dan licik. Ia ingin menculik Sinta menjadi istrinya.
Ia menyamar sebagai pengemis miskin dan menderita. Badannya kurus kering dan pakaiannya compang-camping. Ia mendekati tempat Sinta berada di tengah hutan.
Sinta tinggal di sebuah lingkaran dengan “rajah kalacakra.” Garis lingkaran itu diberi mantra sakti oleh Lesmana, agar tidak ada orang atau musuh bisa masuk di dalamnya.
Lalu Lesmana mengejar kijang kencana, jelmaan Kalamarica, prajuritnya Rahwana sendiri.
Dasamuka bertindak licik dengan tipu muslihat yang jahat. Ia meminta-minta di luar garis lingkaran. Ia merintih minta sedekah kepada Sinta. Badannya yang lemah tidak mampu mendekati garis lingkaran.
Sinta berbelaskasihan. Ia tidak tega melihat pengemis tua renta dan menderita. Ia mengulurkan tangan mau memberi makanan.
Tangan sinta yang keluar dari lingkaran mantra sakti langsung disambar Dasamuka. Sinta diculik, dibawa lari menuju Alengka, tempat Dasamuka.
Dasamuka yang jahat itu tidak tahu berterimakasih. Ia sudah ditolong, tetapi justru berlaku jahat.
Inilah yang menyebabkan Alengka dihancurkan oleh Rama dan pasukan keranya.
Yesus menyindir para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Tuan kebun anggur itu sudah berbuat baik. Ia menyewakan kebun anggur kepada para penggarap.
Tetapi para penggarap itu curang, licik dan jahat. Mereka selalu melawan dan menolak menyerahkan hasil garapan. Bahkan para utusan ditangkap, dipukul dan dibunuh.
Pemilik kebun anggur itu menyuruh anaknya. Namun sang anak juga diperlakukan sama. Mereka berusaha merebut harta warisan milik anak itu.
Lalu dengan cerdik Yesus bertanya kepada para imam dan tua-tua itu, “Mau diapakan para penggarap-penggarap itu?”
Mereka menjawab, “Orang-orang jahat itu harus dibinasakan. Kebunnya disewakan kepada penggarap lain yang bertanggungjawab.”
Yesus langsung menohok mereka, “Kerajaan Allah akan diambil dari padamu, dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah kerajaan itu.”
Keselamatan akan diberikan kepada mereka yang bisa menghasilkan buah Kerajaan Allah. Orang yang tidak tahu berterimakasih dan bertanggungjawab akan disingkirkan dan dibuang.
Kerajaan Allah akan diberikan kepada mereka yang menerima dan mengembangkannya.
Dimanakah posisi kita? Apakah kita sebagai penggarap yang bekerja keras dan menghasilkan buah baik?
Ataukah kita adalah orang-orang yang tidak tahu terimakasih dan menghambur-hamburkan kepercayaan Tuhan?
Ingat ya, “Bandha kuwi mung titipan, nyawa kuwi mung gadhuhan” artinya harta dan nyawa atau hidup itu hanya pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemilik-Nya.
Suatu saat nanti kita semua harus mempertanggungjawabkan titipan kita.
Ayo lihat Marques ikut balapan,
Menggeber motor gede di jalanan.
Bersyukurlah selalu kepada Tuhan,
Kita dipercaya mengelola kehidupan.
Cawas, bisaa rumangsa, aja rumangsa bisa….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
Puncta 17.03.22 || Kamis Prapaskah II – Lukas 16: 19-31
Fenomena Crazy Rich Man.
BELUM lama kita disuguhi berita orang-orang muda yang sering memamerkan kekayaannya di medsos.
Mereka pamer rumah mewah seperti istana, tanahnya luas, mobil mewah dan barang-barang branded yang mahal.
Bahkan ada yang berkeliling Paris, New York, London dengan jet pribadi. Luar biasa hebat ya….
Anak-anak muda kaya raya itu sering muncul di medsos. Itu cara mereka menarik perhatian orang lain agar mereka jadi followernya.
Mereka sedang mengirim signal bahwa mereka hebat. Banyak orang tergiur dan masuk jebakan. Kekayaannya dipakai untuk menjerat orang masuk ke dalam perangkapnya.
Sementara di sekitar kita masih banyak orang mengalami kemiskinan, pengangguran, PHK. Pandemi makin mempersulit hidup.
Lapangan pekerjaan makin susah. Pemulihan ekonomi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Keprihatinan dan penderitaan masih ada dimana-mana.
Kepekaan hati nurani sangat dibutuhkan dalam kondisi keprihatinan sekarang ini.
Semangat belarasa mesti ditumbuhkan agar kekayaan dipakai untuk mengentaskan mereka yang menderita. Kekayaan bukan hanya ditimbun untuk diri sendiri.
Dalam Injil Yesus menyikapi kondisi seperti sekarang dengan perumpamaan orang kaya dan Lazarus.
Orang kaya itu hidup dalam kemewahan, berpesta pora, bajunya halus dan mahal.
Sedang Lazarus miskin, tubuhnya penuh dengan borok. Anjing-anjing datang menjilatinya. Ia kelaparan, makan dari remah-remah yang jatuh dari meja orang kaya.
Kondisi terbalik ketika mereka mati.
Lazarus berada dalam pangkuan Abraham. Ia hidup bahagia di surga.
Sedang orang kaya itu menderita dalam kesakitan nyala api. Ia sangat kehausan.
Penderitaan di dunia membawa Lazarus masuk surga. Tetapi kenikmatan dunia bisa membawa sengsara di alam sana.
Kematian tidak bisa mengubah keadaan. Kekayaan yang berlimpah tidak bisa menyelamatkan.
Di dunia dia berkelimpahan, kini dia butuh secelup air di ujung jari saja tidak mendapatkan. Kebaikan walau hanya seujung jari akan menyelamatkan.
Pelajaran moralnya adalah jangan menumpuk harta kekayaan hanya untuk diri sendiri.
Kebaikanlah yang akan menolong kita. Semangat berbagi dan berbelarasa pada saudara-saudara yang menderita akan menghantar kita ke surga.
Surga itu dibangun ketika kita masih hidup di dunia. Jangan menunda untuk melakukan kebaikan selagi kita masih bisa.
Di alam sana ada jurang yang memisahkan kita. Di sinilah, di dunia ini kita masih bisa berhubungan dengan sesama.
Di sini dan saat ini kita masih punya kesempatan menggunakan harta kita untuk menolong sesama.
Kita tidak perlu bangga disebut the crazy rich man, karena surga tidak ditentukan seberapa banyaknya harta yang kita punya, tetapi seberapa banyaknya kebaikan-kebaikan yang kita bagikan kepada sesama.
Punya harta kekayaan melimpah,
Bisa mengantar kita ke hotel prodeo.
Jangan bikin hidup kita jadi susah,
Lebih baik rukun sama anak bojo.
Cawas, menabung kebaikan….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
Puncta 16.03.22 || Rabu Prapaskah II – Matius 20: 17-28
Tulah Keris Mpu Gandring
KEKUASAAN atau tahta bisa menggoda setiap orang. Demi kuasa, orang bisa melakukan apa saja; menjegal, menyuap, menciptakan intrik, hoax dan fitnah, bahkan saling bunuh membunuh.
Karena kekuasaan, kawan bisa menjadi lawan, sahabat bisa jadi musuh berat.
Kisah keris Mpu Gandring bisa menjadi cermin bagaimana kekuasaan menelan banyak korban.
Ken Arok mendengar dari Resi Lohgawe, bahwa barang siapa memperistri Ken Dedes yang cantik, dia akan menjadi raja dunia.
Waktu itu Ken Dedes adalah permaisuri di Tumapel, istri dari Tunggul Ametung. Ken Arok adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung.
Ken Arok berniat membunuh Tunggul Ametung dan mengambil Ken Dedes sebagai istrinya.
Ia memesan sebuah keris sakti kepada Mpu Gandring dalam waktu singkat. Mpu Gandring menyanggupi, namun warangka (sarung) belum selesai.
Ken Arok marah, karena terburu waktu, ia menyarungkan keris ke tubuh Mpu Gandring. Mpu Gandring mati oleh keris buatannya sendiri.
Mpu Gandring mengutuk bahwa keris itu akan memakan kurban tujuh turunan.
Kebo Ijo tertarik melihat keris Ken Arok. Ia meminjamnya dan dipamerkan kepada kalayak ramai. Ken Arok sengaja meminjamkan dengan tujuan supaya niat jahatnya tidak diketahui.
Orang mengira itu kerisnya Kebo Ijo. Pada saat yang tepat Ken Arok membunuh Raja Tumapel dan mengambil Ken Dedes.
Semua orang menuduh bahwa Kebo Ijolah yang membunuh Tunggul Ametung. Kebo Ijo lalu dibunuh dengan keris oleh Ken Arok. Dia menjadi raja baru di Singasari.
Ken Dedes punya anak dari Tunggul Ametung, Anusapati. Ia membalas dendam atas kematian ayahnya. Maka dengan keris Mpu Gandring, dia membunuh Ken Arok dengan bantuan Ki Pengalasan.
Untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan. Anusapati mengambil alih kekuasaan di Singasari.
Namun tidak lama Tohjaya, anak Ken Arok dengan Ken Umang ingin membalas dendam. Ia membuat pertunjukan sabung ayam di alun-alun.
Ketika Anusapati sedang asyik menikmati sabung ayam, Tohjaya menusuknya dengan keris.
Tetapi Tohjaya tidak lama memerintah. Intrik kekuasaan terjadi di antara keluarga kerajaan. Tohjaya terbunuh dalam perang saudara memperebutkan tahta.
Dalam Injil, ibu dari Yakobus dan Yohanes minta kedudukan atau kuasa kepada Yesus. “Berilah perintah supaya kedua anakku ini kelak boleh duduk di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu, dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.”
Kesepuluh murid yang lain marah kepada kedua saudara itu. Bisa jadi mereka marah karena iri. Mengapa kami juga tidak diberi kedudukan atau kuasa di dalam Kerajaan-Nya? Semua tergiur untuk memperoleh kuasa.
Namun Yesus justru mengajarkan kepada mereka. “Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah dia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah dia menjadi hambamu.”
Ia memberi teladan kepada mereka. “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Bukan kuasa atau kedudukan yang dipentingkan, tetapi semangat melayani sebagai hamba itulah yang harus diperjuangkan.
Sesungguhnya Semangat melayanilah inti dari kekuasaan.
Ada mendung tidak ada hujan.
Hari gelap ditutup awan-awan.
Gila tahta bisa menjerumuskan,
Mengubah kawan menjadi lawan.
Cawas, Tahta untuk rakyat….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
Puncta 15.03.22 || Selasa Prapaskah II – Matius 23: 1-12
Kemunafikan
SENIMAN, Hangno Hartono membuat pameran wayang kontemporer tahun lalu di Pendopo Sompilan Ngasem Yogya.
Ia menampilkan satir, kritik halus namun pedas pada kondisi saat ini.
Para ksatria yang harusnya menjadi suri tauladan disandingkan dan dicampur-adukkan dengan “buto-buto” atau raksasa lambang angkara murka dan kejahatan.
Ada Buto Cakil dan Buto Terong lambang kelincahan dan kemunafikan.
Saat ini banyak orang-orang pandai, kaum elite terkontaminasi oleh pikiran buto-buto.
“Buto-buto itu sangat lincah dalam polah tingkahnya dan pandai bertutur kata, namun antara kata dan tindakan tidak ketemu. Itulah kemunafikan yang dipertontonkan para elite sekarang.” Katanya.
Ada “Buto Ijo” menggambarkan kondisi saat ini dimana orang hijau matanya kalau melihat uang. Yang dikejar hanya uang, uang dan uang. Dia bisa menghalalkan segala cara.
Dia mengajak pengunjung untuk menilai pribadi-pribadi yang orientasinya hanya uang, pamer kekayaan, suka dihormati, suka disebut “sultan.” Bahkan memakai gelar keturunan nabi.
Buku “Langit Makin Mendung” karya Panji Kusmin disatirkan menjadi “Jakarta Makin Mendung” yang digambarkan dengan lukisan wayang para buto sedang mengincar pusat kekuasaan demi kepentingannya sendiri. Tetapi bicaranya mengumbar janji demi rakyat.
Lukisan “Perjamuan Terakhir” oleh Hangno diplesetkan lewat lukisan wayang berjudul “Perjanjian Telah Berakhir” maksudnya sudah tidak ada lagi perjanjian antara Ksatria dan Buto karena mereka telah lebur menyatu.
Tidak jelas lagi pembedaan mana ksatria, mana buto. Semua dibungkus oleh kemunafikan.
Yesus mengingatkan kepada para murid-Nya soal kemunafikan ini. “Ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi telah menduduki kursi Musa. Turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan mereka, karena mereka mengajarkan, tetapi tidak melakukannya.”
Itulah wujud kemunafikan; mengajarkan tetapi tidak melakukannya.
Mereka hanya ingin dihormati; suka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai panjang, suka duduk di tempat terdepan, punya gelar terhormat dan saleh. Omongannya “nyricis” seperti orang yang punya surga.
Yesus punya ajaran sendiri. Jangan meniru mereka. Prinsip Yesus adalah, “Siapa pun yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.”
Karena barang siapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan.
Waspadalah terhadap alam semesta, karena dia punya hukum-hukumnya sendiri. Ada hukum sebab akibat, tabur tuai, siapa menabur angin akan menuai badai. Sebab perbuatan kita, akibatnya harus ditanggung sendiri.
Berkeliling mencari barang di pasar swalayan,
Namun tidak ada barang yang sesuai selera.
Jangan tergoda dan tergiur oleh kemunafikan,
Nampaknya baik di muka, tapi bobrok sejatinya.
Cawas, banyak yang munafik, tapi tidak semua…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
Puncta 14.03.22 || Senin Prapaskah II || Lukas 6: 36-38
Ukuran
Seorang pemuda yang bekerja sebagai tukang taman menghubungi Bu Noto yang sangat kaya: “Apakah ibu membutuhkan tenaga untuk memotong rumput?”
“Tidak, saya sudah punya petugas taman yang handal disini,” sahut Bu Noto.
Pemuda itu berkata lagi: “Saya bisa membantu mencabut rumput-rumput liar sampai bersih di taman bunga ibu.”
Dengan lembut Bu Noto menjawab: “Karyawan saya sudah melakukannya dengan baik.”’
“Saya bisa membantu ibu memangkas rapi pagar tanaman di sepanjang halaman.”
“Karyawan saya telah memotong dengan bersih, rapi dan indah. Terima kasih. Saya tidak membutuhkan lagi tenaga pemotong rumput.” Jawab Bu Noto.
Mendengar jawaban ibu yang baik itu, pemuda itupun menutup teleponnya sambil mengucapkan terimakasih.
Saat itu, teman kost si pemuda bertanya kepadanya, “Bukankah kamu kerja di rumah besar milik Bu Noto? Kenapa menanyakan hal itu ?”
“Saya hanya ingin mengukur seberapa bagus kerja saya di sana!” Sahut si pemuda.
Yesus mengajarkan kepada para murid, “Berilah, dan kamu akan diberi; suatu takaran yang baik dan dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Hal-hal yang kita terapkan dan tuntut kepada orang lain, akan diterapkan kepada kita.
Jika kita menuntut orang lain disiplin, jujur dan terbuka, hal itupun akan dikembalikan sebagai tuntutan kepada kita.
Tolok ukur yang dicanangkan Yesus adalah Bapa-Nya sendiri. “Hendaklah kamu murah hati sebagaimana Bapamu adalah murah hati.”
Kita diajak untuk meniru Bapa yang murah hati.
Kemurahan hati bisa diwujudkan dengan tidak menghakimi, tidak menghukum, berani mengampuni dan memberi kepada orang lain.
Jika kita memperlakukan orang lain dengan baik, maka orang pasti juga akan memperlakukan kita secara baik juga.
Sebaliknya jika kita berlaku kasar, tidak sopan, suka merendahkan orang lain, maka kita pun akan diperlakukan demikian oleh orang lain.
Seperti cermin, apa yang kita pertontonkan di depan kita, akan kembali kepada kita demikian juga.
Kita menyapa dengan senyuman, maka orang lain juga akan memberi senyuman. Kita menghargai sesama, mereka juga akan menghargai kita.
Marilah kita menggunakan ukuran, sikap hidup, cara pandang dan perilaku yang baik, karena ukuran yang kita pakai itulah yang akan diterapkan kepada kita.
Naik gunung pakai seragam batik,
Sampai lupa kalau harus bawa topi.
Jangan lupa ada hukum timbal balik,
Jika kita memberi, kita juga akan diberi.
Cawas, mari berbuat baik…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
The playlist identified with the request's playlistId
parameter cannot be found.