by editor | Sep 26, 2019 | Renungan
RAMBO, The last Blood diputar di bioskop hari-hari ini. Rambo adalah mantan pasukan khusus Amerika yang dikirim ke medan-medan pertempuran ganas seperti Vietnam dan Afganistan.
Dia masih selalu terbayang pengalaman masa lalu dengan situasi peperangan. Kegagalan menyelamatkan orang-orang yang dicintai membuat dendamnya selalu membara.
Di halaman rumahnya dia membuat lorong-lorong jebakan seperti di medan perang. Ketika gadis keponakannya, Gabriela, mati di tangan mafia narkoba dan woman trafficking, hatinya meradang ingin membalas dendam.
Ia kejar bos mafia itu sampai di Mexico. Dia pancing semua penjahat itu masuk di pekarangannya yang penuh dengan jebakan.
Ketika bos mafia itu tinggal sendiri, Rambo menghujamkan pisau di dadanya dan memotong jantungnya, sambil berkata, “Rasakanlah bagaimana rasanya kehilangan.”
Injil hari ini menceritakan tentang Herodes Antipas, anak dari Herodes Agung. Herodes Agung mati dan kerajaannya dibagi kepada empat anaknya, termasuk Herodes Antipas.
Dialah yang memenjarakan Yohanes Pembaptis dan memenggal kepalanya. Pembunuhan ini membuat hatinya selalu diliputi kecemasan.
Bayangan kematian Yohanes Pembaptis yang dipenggal kepalanya selalu menghantuinya.
Maka ketika Yesus dan murid-muridNya tampil berkarya di muka umum, Herodes takut. Ia mendengar berita ada orang yang tampil seperti Yohanes Pembaptis.
Padahal dia telah memenggal kepalanya. Herodes kawatir, jangan-jangan Yohanes Pembaptis hidup kembali. Berita tentang Yesus tersiar kemana-mana.
Mereka berkata, Yohanes telah bangkit. Ada lagi yang berkata, Elia muncul kembali atau seorang nabi dari zaman dahulu telah bangkit.
Herodes dibayangi ketakutan masa lalu. Kehadiran Yesus mengancam dan mengusik ketenangan hidupnya.
Ia ingin memastikan dan berusaha untuk dapat bertemu dengan Yesus.
Ketika kita tidak bisa berdamai dengan masa lalu, hidup kita akan diwarnai kecemasan. Pengampunan dan menerima masa lalu adalah cara untuk membuang ketakutan-ketakutan.
Seperti Rambo, Herodes, mereka belum bisa menerima masa lalunya yang kelam. Yang muncul adalah dendam kesumat, yang terus menghantui.
Marilah kita berdamai dengan diri kita dan kita peluk masa lalu sebagi bagian hidup.
Milikilah pengampunan dan penerimaan, supaya hati menjadi damai dan tentram.
Kalau ibukota sudah pindah ke Kalimantan
Pasti listrik tidak pernah lagi padam
Lebih baik punya hati yang penuh pengampunan
Daripada setiap hari menyimpan dendam
Cawas, suatu pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 25, 2019 | Renungan
SAYA masih ingat jika akan mengadakan turne ke pedalaman, segala persiapan harus matang. Sepeda motor harus safe dan beres.
Selain alat-alat misa, saya perlu membawa pakaian, jas hujan, jaket, untuk menginap. Bahkan alat-alat perbengkelan untuk motor pun harus disiapkan.
Makanan juga perlu dibawa, paling tidak air minum yang cukup untuk perjalanan jauh. Kadang mengunjungi umat yang jauh perlu menginap beberapa hari.
Bacaan hari ini Yesus mengutus murid-muridNya. Mereka diberi kuasa dan tenaga untuk menguasai setan, menyembuhkan penyakit-penyakit. Ia mengutus mereka untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang.
PesanNya kepada mereka adalah, “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan. Jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju.”
Pasti Tuhan sudah menyelenggarakan semuanya. Kita diminta percaya saja kepada rencanaNya. Allah itu mahakuasa. Allah akan menjamin semuanya.
Namun kita yang kurang percaya ini sering kawatir dengan hidup kita. maka segala bekal dan perlengkapan dibawa. Kita sering kurang mengandalkan Tuhan. Terlalu kawatir dengan keperluan kita sendiri.
Bisa jadi kita malah sibuk memikirkan diri sendiri, bukan mempersiapkan tugas yang dipercayakan kepada kita. Kurang mempersiapkan ekaristi dan membaca Kitab Suci.
Kotbah tidak disiapkan. Karena hanya sibuk menyiapkan bekal perlengkapan, sedang inti dari tugas yakni mewartakan Kerajaan Allah tidak dipersiapkan matang.
Perutusan Yesus kali ini mengajak kita untuk fokus pada tugas sebagai murid, yakni mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang.
Bukan pada segala tetek bengek segala perlengkapan untuk diri sendiri. Itu semua nanti akan disediakan oleh Tuhan sendiri.
Saya sendiri mengalami. Ketika pecah ban atau motor rusak, ada orang yang membantu. Ketika perut lapar dan haus, ketua umat telah menyediakan makan sampai kenyang.
Ketika ada kesulitan, Tuhan mengirim orang-orang yang bisa mengatasi. Tuhan hanya ingin kita fokus pada tugas perutusan saja. Yang lain-lain akan dijamin dan diatur oleh Tuhan sendiri.
Beranikah kita fokus pada tugas dan mempercayakan semuanya pada pemeliharaan Tuhan?
Membeli bunga tabur di Pasar Kranggan
Untuk nyekar leluhur pada malam Jumatan
Tidak usah takut akan bekal perjalanan
Fokuskan pada tugas perutusan Tuhan
Cawas, suatu pagi yang hening
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 25, 2019 | Renungan
KUNTI meyakinkan Karna bahwa dia adalah anak sulungnya. Karna adalah kakak dari para Pandawa. Kunti sebagai ibu ingin agar Karna kembali ke pangkuan Pandawa, supaya dia berpihak membantu adik-adiknya dalam Baratayuda.
Namun Karna tetap kukuh bahwa dia adalah anak Adirata yang membesarkannya. Kunti hanya melahirkan tetapi tidak memeliharanya. Memang Karna lahir saat Kunti belum menikah dengan Pandu.
Bayi yang masih merah itu dibuang di sungai dan ditemukan oleh Adirata. Sejak kecil Karna tidak punya ikatan batin dengan Kunti. Ia menganggap Nada dan Adirata adalah ibu dan ayahnya.
Karna dipelihara Adirata dan menjadi ksatria yang digdaya. Ia dilindungi dan dibantu oleh Duryudana, maka Karna berada di pihak Kurawa, melawan Pandawa.
Karna tetap teguh tidak mengakui Kunti sebagai ibunya dan “keukeh” membela Kurawa.
Bacaan Injil hari ini menyatakan bahwa ibu Yesus dan saudara-saudaranya mencari dan ingin bertemu denganNya. “Ibu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan ingin bertemu dengan Dikau.”
Tetapi Yesus menjawab, “IbuKu dan saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan sabda Allah dan melaksanakannya.”
Bagi Yesus status ibu dan saudara-saudara bukan hanya relasi hubungan darah tetapi lebih luas lagi. Relasi dikembangkan dengan kriteria kesetiaan mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah.
Mereka yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah diangkat menjadi ibu dan saudara-saudaraNya.
Akibatnya, relasi ini menjadi sangat luas. Siapa pun yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah, dialah ibu dan saudara-saudara Yesus.
Kita semua bisa menjadi saudara Yesus jika kita mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah. Mendengarkan sabda bisa kita lakukan dalam doa, ekaristi, baca kitab suci.
Melaksanakan sabda dapat kita lakukan dengan mengasihi, menolong, berbagi dengan sesama. Ada banyak sarana kita bisa menjadi saudara-saudara Yesus. Marilah kita gunakan kesempatan dan sarana-sarana yang ada itu.
Ke kafe Pelangi membeli orange juice
Sambil duduk menikmati sore yang indah
Kalau mau menjadi saudara Yesus
Kita harus mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah
Cawas, suatu sore yang biru
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 25, 2019 | Renungan
Zhai lou de huangyan que tao buguo tian yan
(Kebohongan yang disembunyikan tak akan lepas dari mata langit).
Demikianlah sepenggal syair dari lagu berjudul Wu (Kesadaran) soundtrack Film Shaolin. Lagu ini mengharu biru perasaan kita saat seluruh penghuni biara Shaolin melarikan diri karena tempat mereka dibumihanguskan oleh tentara.
Mereka memandangi puing-puing kuil dan asap yang membubung tinggi dari kejauhan dengan wajah penuh kesedihan. Biara yang hanya mengajarkan kebaikan itu dihancurkan oleh kebengisan kekuasaan.
Mereka melangkah dengan gontai, dan hati mereka berbisik, “Becik ketitik, ala ketara”. Di kelak kemudian hari, yang baik dan yang buruk akan kelihatan, muncul dengan sendirinya.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus berkata, “Tidak ada orang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur; tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah melihat cahayanya. Sebab tiada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tiada suatu rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan.”
Kebaikan dan keburukan sekalipun disembunyikan suatu saat akan disingkapkan.
Kehidupan itu berjalan seperti roda. Kadang ada di atas kadang ada di bawah. Kadang kita mengalami kesuksesan, namun kadang kita juga jatuh di bawah.
Tak ada sesuatu pun di dunia ini yang tersembunyi. Mata langit selalu memandang kita dengan kelembutannya. Pada saatnya dia akan menyingkapkan kebenaran.
Nasehat bijaknya adalah selalu dan senantiasa tebarkan kebaikan. Nyalakan pelita kebaikan agar menerangi kegelapan sekitarnya. Teruslah berbuat baik.
Kebaikanmu akan dicatat oleh langit dan disiarkan oleh angin. Jangan menyimpan nyala pelitamu di bawah tempat tidur, tetapi taruhlah di atas kaki dian.
Zhong ke shan yin pei ni zou hao mei yi tian
(Biarkan aku menanam benih kebaikan dan menemanimu menjalani hidup ini)
Sore hari bermain layang-layang
Layang putus jatuh di balik bukit
Pasanglah pelitamu di atas gantang
Kebaikanmu abadi di tangan langit
Cawas, suatu sore yang indah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 21, 2019 | Renungan
SAYA tercengang dan heran melihat pemilihan pengurus dewan paroki seperti hajatan pilkada saja.
Ada tim sukses, ada kampanye, ada penggalangan massa, moga-moga tidak ada amplop serangan fajar. Kok seperti rebutan kursi jabatan.
Kalau orang itu kualitas pribadinya baik, tidak perlu mencari dan mengejar dukungan. Sebaliknya orang banyak akan datang dengan sukarela mempercayakan tanggungjawab kepadanya.
Contoh mudahnya begini; ada warung bakmi “ndelik” di tengah kampung, jauh dari jalan raya, tetapi enak rasanya, murah harganya, nyaman tempatnya. Orang dari jauh-jauh rela datang.
Banyak mobil parkir di warung itu. Yang penting itu mutu kualitas bukan penampilan. Walaupun iklannya besar-besaran tempatnya bagus, di pinggir jalan besar, tetapi kalau masakannya gak enak alias mutunya jelek ya tidak akan didatangi pembeli.
Yesus hari ini menunjukkan mutu kualitas itu antara lain setia dalam perkara-perkara kecil dan bisa bertanggungjawab dalam hal-hal yang kecil.
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”
Seorang pemimpin akan dinilai dari kesetiaannya dalam perkara-perkara kecil. Bukan seperti orang partai, kalau ada bencana baru datang dengan membawa bendera besar-besar supaya dilihat orang.
Filosofi pemimpin itu seperti padi. Semakin tinggi semakin menunduk ke bawah. Padi yang menjulang tinggi itu tanda tidak ada isinya.
Setia dalam perkara kecil itu bukan mengejar yang tinggi-tinggi, tetapi menunduk melayani yang kecil-kecil. Bekarja dengan tulus tanpa pamrih.
Yesus juga menyebut tentang kejujuran. “”Jika kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?”
Sangat penting memiliki pemimpin yang jujur. Kalau ia tidak jujur dalam hal kecil, bagaimana dia dapat jujur dalam perkara yang besar?
Jujur itu nampak dari kata dan tindakan. Jujur itu seiringnya kata dan tindakan. Jujur menghasilkan kepercayaan.
Pelayanan di gereja itu adalah pro bono pro Deo. Pelayanan demi kebaikan dan demi Tuhan. Bukan untuk mencari jabatan, kedudukan, kuasa atau kehebatan pribadi.
Dasar pelayanan adalah kasih, kejujuran dan setia dalam perkara-perkara kecil. Semoga kita mempunyai pelayan-pelayan yang demikian.
Malam ini pergi ke restoran
Saya pesan telur mata sapi
Janganlah ambisi demi kekuasaan
Jadilah pelayan yang rendah hati
Cawas, suatu pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr