by clara | Apr 13, 2020 | Misa
15) Telah menjadi kebiasaan bagi wali negeri untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu atas pilihan orang banyak. 16) Dan pada waktu itu ada dalam penjara seorang yang terkenal kejahatannya yang bernama Yesus Barabas. 17) Karena mereka sudah berkumpul di sana, Pilatus berkata kepada mereka: “Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?” 18) Ia memang mengetahui, bahwa mereka telah menyerahkan Yesus karena dengki. 19) Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: “Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.” Matius 27:15-19
Hari ini kita merenungkan peristiwa yg istimewa, yaitu Yesus yang masuk ke kota yerusalem. Yesus mengajak kita semua untuk merenungkan siapa sebenernya Yesus bagi kita masing-masing. Dia adalah sang raja, bukan raja duniawi yang hadir dengan segala kemewahannya, keperkasaannya, kemegahannya, namun seorang raja yang hadir dan tinggal di antara kita dengan penuh kesederhanaan, kelembutan, dan bahkan rela menderita bagi kita.
Orang-orang yahudi sebangsanya mengharapkan Yesus menjadi raja duniawi yang mampu membawa kesejahteraan, mengalahkan penjajahan romawi, dan membawa pembebasan bagi mereka. Namun bukan seperti itu yang ditampilkan oleh Yesus sebagai raja. Yesus memang raja yang mengalahkan kuasa, namun bukan kuasa penjajah melainkan kuasa kegelapan, yaitu dosa. Dia hadir di tengah-tengah kita sebagai seorang raja yang penuh kesederhanaan namun berani berkorban demi keselamatan umat manusia.
Terhadap kehadiran Yesus ini, terdapat sikap yang berbeda, yang dapat kita tampilkan pada saat ini. Yang pertama adalah sikap mereka yang tulus menerima dan penuh keyakinan mengakui bahwa Yesus adalah nabi, mesias, raja, anak Allah yang menyelamatkan umat manusia. Mereka adalah para rasul dan para murid yang setia mengikuti Yesus dan mendengarkan pengajaran-Nya. Kelompok kedua ialah mereka yang sangat mengharapkan Yesus sebagai raja duniawi dengan keperkasaan-Nya mampu mengalahkan penjajah sekaligus membawa pembebasan dan kemakmuran duniawi. Maka, mereka nantinya akan mengalami kecewa yang berat ketika Yesus tidak berdaya saat dihadapkan dengan cemoohan, ejekan, dan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh pemimpin-pemimpin bangsa dan tokoh agama. Mereka-lah yang tadinya mengelu-elukan Yesus, “Hosana bagi anak daud!”. Namun yang tak lama kemudian menyorakinya “salibkan dia, salibkan dia, salibkan dia!”.
Bisa kita katakan, ini adalah kelompok orang yang hanya mencari keuntungan diri sendiri. Lalu, kelompok yang ketiga adalah mereka yang dari awal tidak senang dengan Yesus, menganggap Yesus sebagai “duri dalam daging” karena dianggap selalu mengganggu keberadaan mereka. Kritiknya, teladan kehidupannya, sungguh-sungguh menyakitkan bagi kelompok ini yaitu orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat. Itulah sebabnya mereka selalu melawan Yesus dan mencoba menjatuhkan Yesus dengan berbagai cara. Mereka-lah yang akhirnya menyeret Yesus ke hadapan Mahkamah Agung dengan tuduhan penghujatan kepada Allah dan kemudian membawa Yesus ke hadapan wali negeri dengan tuduhan pemberontakkan kepada kaisar.
Namun Pilatus sendiri mengatakan bahwa Yesus dibawa ke hadapannya bukan karena penghujatan kepada Allah dan bukan karena pemberontakkan kepada kaisar, namun karena kedengkian yang ada di dalam diri mereka. Lalu, mengapa Yesus hanya diam ketika disidang di hadapan mereka dan tidak memberikan pembelaan terhadapa diri-Nya? Yesus menerima perlakuan itu dengan kerelaan dan menapaki jalan penderitaan menuju salib dengan kemerdekaan. Bukan karena dia merasa kalah dan tidak berdaya, melainkan Yesus dengan bebas memilih jalan salib, untuk menyelamatkan umat manusia.
Ia rela menderita, rela disalibkan, rela wafat, demi melaksanakan kehendak bapa –Nya yang ingin menyelamatkan kita umat manusia yang berdosa. Yesus menyadari bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dan menebus dosa manusia kecuali dengan jalan salib. Penderitaan dan wafatnya di kayu salib menjadi tanda solidaritas yang nyata bagi kita dari Allah bapa kepada kita manusia yang penuh dengan kesulitan dan kedosaan, sebagaimana kita mendengara pada bacaan kedua yakni surat rasul paulus kepada jemaat di filipi. Allah adalah Allah yang peduli, yang memiliki perhatian yang besar kepada kondisi kemanusiaan kita. Ia solider kepada ketidakberdayaan manusia dan ingin manusia terbebas dari kuasa dosa yang membelenggu, maka dia rela untuk terjun langsung dalam wujud Yesus kristusdan rela menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita manusia. Maka pantaslah kita untuk bersyukur bahwa Yesus rela mengorbankan diirnya hanya untuk menyelamatkan kita manusia. Allah telah peduli kepada kita dengan mengutus Yesus sebagai penebus bagi kita semua maka marilah kita mengimbanginya dengan solidaritas kita kepada sesama kita yang mebutuhkan uluran tangan kita. Semoga uluran tangan kita bagi mereka menjadi tanda kasih solidaritas Allah kepada mereka.
Mgr. Robertus Rubiyatmoko
by editor | Apr 13, 2020 | Renungan
KALIMAT itu pernah diucapkan oleh Yuliet kepada Romeo, kekasihnya. “Apalah arti sebuah nama? Meski disebut dengan nama lain, mawar tetaplah harum semerbak wanginya.”
Demikian keluhan hati Yuliet yang merindukan Romeo dalam drama cinta Romeo dan Yuliet karangan Shakespeare. Cinta mereka terhalang oleh karena dua keluarga yang bermusuhan yakni Capulets dan Mountage.
Nama selalu berhubungan dengan komunitas sosial. Di komunitas seminari menengah kami dulu, ada nama-nama panggilan yang aneh dan lucu; Badrun, Marduk, Jaran, Cicak Garing, Bemo, Gufi, Lombok, Holmes, Bledheg, Dampit dan masih banyak lagi.
Nama panggilan itu di Seminari sangat akrab dan familier sekali, bahkan disebut nama panggilannya, orang akan merasa bangga dan happy saja. Sapaan nama itu menunjukkan kedekatan yang sangat pribadi.
Dalam bacaan hari ini, Maria berada di kubur Yesus. karena sedih dan dukanya, Maria tidak mengenali Yesus yang berdiri di dekatnya. Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman.
“Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, dimana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.” Baru ketika orang itu menyapa namanya, “Maria.”
Panggilan itu mengagetkannya. Dan Maria sangat mengenal dengan suara itu, tidak asing di telinganya. Ia berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani, “Rabuni.” Artinya Guru.
Betapa bahagianya ketika kita disapa dengan nama kesayangan kita. Nama itu adalah nama mesra dan hangat, menggambarkan relasi akrab penuh cinta.
Orang lain mungkin menyebut dia, “Magda” atau “Lena” tetapi “Maria” dengan intonasi dan tekanan khas hanya dibuat oleh Yesus, Sang Guru. Maka ia mengenali suara itu adalah suara Gurunya, Yesus sendiri.
Lalu muncullah aneka pengalaman pribadi. Ketika kita akrab dengan seseorang, menyebut satu hal, peristiwa atau nama akan mudah mengingatkan suatu pengalaman pribadi dengannya.
Maka ia berani bersaksi kepada murid-murid-Nya. “Aku telah melihat Tuhan.” Kegembiraan karena disapa oleh Tuhan secara pribadi menggugah semangat untuk bersaksi, mewartakan kabar gembira.
Apakah kita pernah mengalami disapa atau disentuh oleh Allah secara pribadi lewat pengalaman-pengalaman iman? Itulah pengalaman kebangkitan. Ataukah kita punya ikatan relasi pribadi dengan Tuhan? Bagaimana Tuhan menyapa kita?
Jika kita melihat senja di ufuk sana.
Rasanya sangat dekat dengan Tuhan.
Paskah adalah peristiwa sukacita.
Yesus bangkit kalahkan kematian.
Cawas, goyang famire….
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Apr 13, 2020 | Renungan
PANDITA DURNA maju perang di pihak Kurawa. Dialah guru Pandawa. Karena kesaktiannya, tiada yang dapat mengalahkannya. Oleh karena itu Kresna mencari tipudaya supaya lemah kekuatan Durna.
Werkudara disuruh membunuh gajah Estitama tumpakan Prabu Premeya. Ketika gajah mati, Petruk, Gareng dan Bagong disuap untuk menyebarkan berita bohong bahwa Aswatama mati. Aswatama adalah anak Pandhita Durna.
Kresna meminta supaya Pandawa berbohong ketika ditanya siapa yang mati. Bukan Estitama tetapi Aswatama, anak Durna. Hanya Puntadewa yang tidak mau berbohong. Kresna mendikte cara menjawab supaya tidak berbohong.
Kalau Durna bertanya, “Apakah yang mati Aswatama? Iya, Esti diucapkan lirih saja. Tama mati diucapkan keras dan jelas.” Maka saking bingung, sedih dan duka yang mendalam, Durna tidak mendengar kata Esti karena diucapkan lirih.
Yang dikiranya adalah Aswatama mati. Berita ini menghancurluluhkan hatinya. Ia tak berdaya lagi. Maka dengan mudah Trustajumena memenggal kepala Durna dan ditendang-tendang seperti bola mainan.
Kabar tentang Yesus yang hidup jelas menyulitkan posisi para imam dan ahli kitab Yahudi. Para penjaga makam telah mengabarkan apa yang telah terjadi.
Makam kosong, Jenasah Yesus tidak ada di dalamnya. Maka tua-tua Bangsa Yahudi itu berunding untuk menyebarkan berita bohong.
Sesudah berunding dengan kaum tua-tua, mereka mengambil keputusan, lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata,
“Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid Yesus datang malam-malam dan mencuri jenasah-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran walinegeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.”
Berita hoax itu sudah ada sejak dahulu. Kebohongan itu seumuran dengan manusia. Kebohongan dipakai untuk menutupi kesalahan.
Kalau para imam kepala itu berbuat jujur, posisi mereka akan terancam dan disalahkan serta tidak dipercaya lagi oleh umat. Mereka menyebarkan berita bohong. Mereka menutupi kenyataan bahwa Yesus bangkit dari mati.
Di dunia medsos ada banyak berita yang belum tentu benar. Kita harus hati-hati menyebarkan berita itu. Jangan mudah menyebarkan berita yang tidak jelas dan belum dikonfirmasi kebenarannya.
Kita akan terkena undang-undang ITE. Maka kalau ada sebuah berita di medsos, cek dulu keakuratannya, dari siapa berita itu muncul, bisa dipercaya atau tidak.
Dan yang paling penting, berita itu berguna atau malah banyak merugikan. Menyebarkan berita bohong berarti fitnah keji. Hati-hati!!!
Bibir monyong terasa indah.
Berita bohong itu adalah fitnah.
Cawas, meminjam property untuk menjebol Benteng Takhesi…
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Apr 13, 2020 | Renungan
PENGALAMAN iman seorang Desy, Mahasisiwi Psikologi Universitas Indonesia, non katolik yang membuat skripsi berjudul, “Gambaran Resiliensi pada Imam Katolik Dewasa Muda Dalam Menjalani Hidup Selibat.”
Dia menuangkan pengalamannya di tweeter dengan sangat luar biasa. Pada awalnya dia punya gambaran bahwa selibat itu menyalahi kodrat manusia. Seorang imam katolik yang tidak menikah itu adalah hal yang tidak mungkin.
Namun oleh pembimbing skripsinya, dia diminta untuk mengubah image salah itu. Dia mulai baca Injil, KHK, keluar masuk gereja ikut misa, wawancara dengan pastor sebagai respondennya.
Dia mulai mengenal dan tahu banyak tentang kehidupan imam katolik. Bagaimana harus menjalani tiga kaul, pelayanan pastoral, dan aneka tantangan?
Walaupun harus tertunda sampai tiga semester, akhirnya skripsinya selesai dan lulus. Dia menulis, “Tapi yang gue syukuri, gue lulus dengan bonus pandangan baru. Pandangan soal manusia lain, soal agama, soal perbedaan, soal cinta dan komitmen, jadi beda.”
Melihat peristiwa kebangkitan Yesus, murid-murid membutuhkan proses. Para murid tidak langsung memahami. Maria Magdalena melihat makam kosong berpikir bahwa jenasah Yesus diambil orang.
“Tuhan telah diambil orang dari kubur-Nya, dan kami tidak tahu di mana Dia diletakkan.” Ia belum memahami bahwa Yesus harus bangkit. Begitu pula Petrus dan Yohanes yang diberitahu oleh Maria Magdalena.
Mereka tidak berkomentar apa-apa ketika diberitahu Yesus dicuri orang. Mungkin mereka bingung dan tidak langsung berpikir bahwa Yesus telah bangkit. Mereka berlari ke makam untuk melihat bukti makam kosong.
Tetapi kedua murid itu hanya melihat kain kafan dan kain peluh yang sudah tergulung. Jenasah Yesus tidak ada di makam. Dikatakan oleh penginjil,
“Sebab selama itu mereka belum mengerti isi Kitab Suci, yang mengatakan bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati.”
Untuk memahami Yesus yang bangkit harus membaca Kitab Suci. Baru setelah itu pandangan mereka berubah, dari mengira jenasah Yesus dicuri orang berubah menjadi Yesus sungguh bangkit.
Proses berbeda dialami oleh murid lain yang dikasihi Yesus. Ketika ia sampai di makam, ia menjenguk ke dalam, tidak langsung masuk. Ia menunggu Simon Petrus yang lebih tua.
Orangtua harus didahulukan karena punya wibawa. Lalu masuklah murid yang lain itu; ia melihatnya dan percaya. Karena ia sangat dekat dan dikasihi, maka proses imannya berjalan. Ia melihat dan percaya. Ia percaya bahwa Yesus bangkit.
Apakah kita juga punya proses beriman seperti itu? Kebangkitan Yesus membuat perubahan apa dalam hidup kita? Bagaimana kita menjadi orang Katolik yang trasnformatif dalam dunia sekarang ini?
Masker bentuknya segitiga merah.
Dibagi-bagi untuk menonton TV.
Selamat Hari Raya Paskah.
Tetap di rumah dan Tuhan memberkati.
Cawas, Nonton bulan di teras atas…
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Apr 13, 2020 | Renungan
PANDEMI Corona ini membuat ketakutan ke seluruh dunia. Mulai dari Pangeran Charles sampai rakyat jelata diserangnya. Para romo, pendeta, dokter, perawat dan siapa pun menjadi korban dan meninggal.
Dunia dengan segala keributannya seolah berhenti. Ketakutan melanda semua orang. Corona menjadi stigmata yang mengerikan.
Masih lagi diwarnai kisah pilu; ada warga masyarakat yang menolak perawat yang meninggal – padahal dia adalah pahlawan garda depan yang melayani pasien virus corona – dimakamkan di kuburan desa.
Terpaksa harus dibongkar dan dipindah ke tempat lain. Ketakutan berlebihan sampai kehilangan kepekaan hati nurani dan rasa kemanusiaan.
Dalam Injil hari ini, Maria Magdalena dan Maria yang lain ingin menengok kubur Yesus. Mereka memilih waktu menjelang menyingsingnya fajar, masih gelap, agar tidak diketahui siapa pun.
Kendati ada para penjaga di kubur Yesus. Mereka ingin memburati jenasah Yesus. Tiba-tiba terjadi gempa bumi dan malaikat Tuhan menampakkan diri.
Kata malaikat, “Janganlah kamu takut. Aku tahu bahwa kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit seperti yang telah dikatakan-Nya.”
Para wanita itu masih diliputi rasa takut. Mereka pergi dari kubur ingin memberitahu murid yang lain. Tetapi di tengah jalan Yesus menjumpai mereka. Kata-Nya, “Salam bagimu. Janganlah takut.” Yesus menegaskan kembali warta malaikat yakni “Jangan takut.”
Di tengah-tengah pandemi covid19 yang mengharu biru dunia sekarang ini, sabda Yesus menguatkan kita, “Jangan takut.” Dia yang berkuasa atas angin ribut di tengah danau, Dia yang berkuasa mengusir setan, Dia yang berkuasa membangkitkan orang mati, Dia pasti juga berkuasa atas wabah ini.
Jangan takut. Maut tidak mampu menguasai-Nya. Kematian tidak mampu menghentikan-Nya. Yesus hidup dan mendampingi umat-Nya. Jangan takut.
Jangan kita dibelenggu oleh ketakutan. Ketakutan justru membawa kematian. Warta kehidupan itu harus kita bagikan kepada saudara-saudari kita.
Kegembiraan, suka cita, harapan dan semangat hidup itulah yang akan menghalau virus corona ini. Mari kita gembira dan penuh harapan. Mari kita ajak saudara-saudara kita mengalami sukacita. Itulah warta Paskah bagi kita. “Jangan takut…..”
Taman bunga semakin bermekaran.
Langit di senja sangat indah kelihatan.
Mari kita wartakan sukacita dan kegembiraan.
Yesus bangkit memberi harapan.
Cawas, olahraga hilangkan lemak di badan…
Rm. A. Joko Purwanto Pr