Puncta 10.04.19 Yohanes 8:31-42 Wisanggeni

Batara Brahma disuruh oleh Rajanya para dewa, Batara Guru untuk menceraikan Arjuna dengan Batari Dresanala, putri Batara Brahma. Alasanya karena Dresanala akan dijodohkan dengan Dewasrani, putra Batara Guru dengan Durga.

Waktu itu Dresanala sudah mengandung. Arjuna diusir dari Kahyangan. Dresanala diminta untuk menggugurkan bayinya. Bayi laki-laki lahir dan dibuang ke kawah Candradimuka.

Aneh bin ajaib, bayi itu tidak mati tetapi justru dalam kobaran api kawah dia tumbuh berkembang sangat sakti. Oleh Narada, anak remaja ini diberi nama Wisanggeni (Racun Api).

Ia mencari tahu siapa bapak dan ibu yang melahirkannya. Ia mengobrak-abrik Kahyangan, kerajaan para dewa karena dewa-dewa tidak bisa menunjukkan asal-usulnya. Semar, pamomong para ksatria memberitahu bahwa ayahnya adalah Arjuna.

Karena diperlakukan tidak adil maka Wisanggeni menuntut balas kepada para dewa. Batara Guru dan Brahma mengakui kesalahannya, maka Dresanala dikembalikan kepada Arjuna. Wisanggeni hidup bersama para Pandawa di Amarta.

Konflik orang-orang Farisi dengan Yesus adalah soal asal-usul mereka. Yesus menyebut Dia berasal dari Allah. Dan Allah adalah BapaNya. Orang Farisi mengaku sebagai keturunan Abraham.

Abraham adalah bapa mereka. Semestinya mereka menghormati Allah yang adalah Bapa. Karena Abraham menyembah Allah. “Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub (Israel), nenek moyang mereka.

Maka Yesus berkata, “Sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang kudengar dari Allah! Pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri”.

Wisangeni itu adalah anak yang benar dan sah dari Arjuna dan Dresanala. Tetapi justru para dewa berusaha membunuhnya demi kepentingan mereka sendiri.

Wisanggeni tidak mati. Tetapi justru hidup dan menjadi pemuda perkasa yang berani berjuang demi kebenaran. Orang-orang Farisi dan para ahli kitab itu seperti para dewa di Kahyangan.

Mereka tahu tentang kebenaran, kebaikan, penjaga nilai-nilai luhur keutamaan hidup. Tetapi mereka sendiri berusaha mematikan kebenaran itu dalam diri Yesus.

Mereka mengaku berasal dari Allah tetapi pekerjaan mereka justru mau membunuh Yesus yang bertentangan dengan kehendak Allah.

Yesus berkata, “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”. Marilah kita berpegang teguh dan berjuang demi kebenaran.

Berkeliling ke Jakarta lewat Tugu pancoran
Berputar tak henti di Bundaran HI
Sangat beratlah memperjuangkan kebenaran
Banyak hambatan yang harus dihadapi.

Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Mengapa Kita Berpantang dan Berpuasa ?

Selamat malam BBC Raguel yang terkasih dalam Kristus, dimulai dengan hari Rabu Abu pada tanggal 6 Maret lalu kita telah memasuki masa Prapaska yang artinya kitapun sudah memasuki masa retret agung demi mengenang Sengsara Tuhan Yesus.
Setiap masa Prapaska, kita diajak oleh Gereja untuk bersama-sama berpantang dan berpuasa. Puasa dan pantang yang disyaratkan oleh Gereja Katolik sebenarnya tidak berat, sehingga sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukannya. Namun, meskipun kita melakukannya, tahukah kita arti pantang dan puasa tersebut bagi kita umat Katolik?
Bagi kita orang Katolik, puasa dan pantang artinya adalah tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda kita mempersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa kita dan demi mendoakan keselamatan dunia. Jika pantang dan puasa dilakukan dengan hati tulus maka keduanya dapat menghantar kita bertumbuh dalam kekudusan. Kekudusan ini yang dapat berbicara lebih lantang dari pada khotbah yang berapi-api sekalipun, dan dengan kekudusan inilah kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Allah begitu mengasihi dan menghargai kita, sehingga kita diajak oleh-Nya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan ini. Caranya, dengan bertobat, berdoa dan melakukan perbuatan kasih, dan sesungguhnya inilah yang bersama-sama kita lakukan dalam kesatuan dengan Gereja pada masa Prapaska.

Jangan kita lupa bahwa masa puasa selama 40 hari ini adalah karena mengikuti teladan Yesus, yang juga berpuasa selama 40 hari 40 malam, sebelum memulai tugas karya penyelamatan-Nya (lih. Mat 4: 1-11; Luk 4:1-13). Yesus berpuasa di padang gurun dan pada saat berpuasa itu Ia digoda oleh Iblis. Yesus mengalahkan godaan tersebut dengan bersandar pada Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci. Maka, kitapun hendaknya bersandar pada Sabda Tuhan untuk mengalahkan godaan pada saat kita berpuasa. Dengan doa dan merenungkan Sabda Tuhan, kita akan semakin menghayati makna puasa dan pantang pada Masa Prapaska ini.

Dalam masa prapaska, maka puasa, pantang dan doa disertai juga dengan perbuatan amal kasih bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain. Dengan demikian, pantang dan puasa bagi kita orang Katolik merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama, dan bukan untuk hal lain, seperti diit/ supaya kurus, menghemat, dll. Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak kita. Dan karena kehendak Tuhan yang terutama adalah keselamatan dunia, maka melalui puasa dan pantang, kita diundang Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan dunia, dengan cara yang paling sederhana, yaitu berdoa dan menyatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Kita pun dapat mulai mendoakan keselamatan dunia dengan mulai mendoakan bagi keselamatan orang-orang yang terdekat dengan kita: orang tua, suami/ istri, anak-anak, saudara, teman, dan juga kepada para imam, pemimpin Gereja, pemimpin negara, dst.
Berikut ini mari kita lihat ketentuan tobat dengan puasa dan pantang, menurut Kitab Hukum Gereja Katolik:
• Kan. 1249 – Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, dimana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang, menurut norma kanon-kanon berikut.
• Kan. 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan jugamasa prapaskah.
• Kan. 1251 – Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.
• Kan. 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.
• Kan. 1253 – Konferensi para Uskup dapat menentukan dengan lebih rinci pelaksanaan puasa dan pantang; dan juga dapat mengganti-kan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu dengan bentuk-bentuk tobat lain, terutama dengan karya amal-kasih serta latihan-latihan rohani.
Memang sesuai dari yang kita ketahui, ketentuan dari Konferensi para Uskup di Indonesia menetapkan selanjutnya :
• Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama Masa Prapaska sampai dengan Jumat Agung.
• Yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas.
• Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan kenyang hanya sekali sehari. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila melanggarnya.
Maka penerapannya adalah:
1. Kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang tahun (contoh: pantang daging, pantang rokok dll) kecuali jika hari Jumat itu jatuh pada hari raya, seperti dalam oktaf masa Natal dan oktaf masa Paskah. Penetapan pantang setiap Jumat ini adalah karena Gereja menentukan hari Jumat sepanjang tahun (kecuali yang jatuh di hari raya) adalah hari tobat. Namun, jika kita mau melakukan yang lebih, silakan berpantang setiap hari selama Masa Prapaska.
2. Jika kita berpantang, pilihlah makanan/ minuman yang paling kita sukai. Pantang daging adalah contohnya, atau yang lebih sukar mungkin pantang garam. Tapi ini bisa juga berarti pantang minum kopi bagi orang yang suka sekali kopi, dan pantang sambal bagi mereka yang sangat suka sambal, pantang rokok bagi mereka yang merokok, pantang jajan bagi mereka yang suka jajan. Jadi jika kita pada dasarnya tidak suka jajan, jangan memilih pantang jajan, sebab itu tidak ada artinya.
3. Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat dilakukan oleh semua orang. Namun jika satu dan lain hal tidak dapat dilakukan, terdapat pilihan lain, seperti pantang kebiasaan yang paling mengikat, seperti pantang nonton TV, pantang ’shopping’, pantang ke bioskop, pantang ‘gossip’, pantang main ‘game’ dll. Jika memungkinkan tentu kita dapat melakukan gabungan antara pantang makanan/ minuman dan pantang kebiasaan ini.
4. Puasa minimal dalam setahun adalah Hari Rabu Abu dan Jumat Agung, namun bagi yang dapat melakukan lebih, silakan juga berpuasa dalam ketujuh hari Jumat dalam masa Prapaska (atau bahkan setiap hari dalam masa Prapaska).
5. Waktu berpuasa, kita makan kenyang satu kali, dapat dipilih sendiri pagi, siang atau malam. Harap dibedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya. Karena maksud berpantang juga adalah untuk melatih pengendalian diri, maka jika kita berbuka puasa/ pada saat makan kenyang, kita juga tetap makan seperti biasa, tidak berlebihan. Juga makan kenyang satu kali sehari bukan berarti kita boleh makan snack/ cemilan berkali-kali sehari. Ingatlah tolok ukurnya adalah pengendalian diri dan keinginan untuk turut merasakan sedikit penderitaan Yesus, dan mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia.
6. Maka pada saat kita berpuasa, kita dapat mendoakan untuk pertobatan seseorang, atau mohon pengampunan atas dosa kita. Doa-doa seperti inilah yang sebaiknya mendahului puasa, kita ucapkan di tengah-tengah kita berpuasa, terutama saat kita merasa haus/ lapar, dan doa ini pula yang menutup puasa kita/ sesaat sebelum kita makan. Di sela-sela kesibukan sehari-hari kita dapat mengucapkan doa sederhana, “Ampunilah aku, ya Tuhan. Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus. Mohon selamatkanlah …..” (sebutkan nama orang yang kita kasihi)
7. Karena yang ditetapkan di sini adalah syarat minimal, maka kita sendiri boleh menambahkannya sesuai dengan kekuatan kita. Jadi boleh saja kita berpuasa dari pagi sampai siang, atau sampai sore, atau bagi yang memang dapat melakukannya, sampai satu hari penuh. Juga tidak menjadi masalah, puasa sama sekali tidak makan dan minum atau minum sedikit air. Diperlukan kebijaksanaan sendiri (prudence) untuk memutuskan hal ini, yaitu seberapa banyak kita mau menyatakan kasih kita kepada Yesus dengan berpuasa, dan seberapa jauh itu memungkinkan dengan kondisi tubuh kita. Walaupun tentu, jika kita terlalu banyak ‘excuse’ ya berarti kita perlu mempertanyakan kembali, sejauh mana kita mengasihi Yesus dan mau sedikit berkorban demi mendoakan keselamatan dunia.
Demikian ulasan mengenai pantang dan puasa menurut ketentuan Gereja Katolik. Semoga bermanfaat.

 

Sumber dari katolisitas.org

Puncta 09.04.19 Yohanes 8:21-30 Teologi Naik Turun

MASIH ingat apa yang diajarkan Romo Tom Jacobs dalam menjelaskan teologi Yohanes? Atas-bawah. Tinggi-rendah. Naik-turun. Dunia-Surga. Hidup-mati.

Yesus datang dari atas. Manusia berasal dari bawah. Anak Manusia harus ditinggikan. Allah yang mahatinggi turun dari surga.

Manusia yang berada di bawah berusaha naik mencapai kemuliaan Allah. Kita datang dari dunia. Yesus bukan dari dunia ini.

Manusia dunia akan mati. Manusia yang percaya kepada Yesus akan hidup. Yesus turun ke dunia dan kita “dicangking” Yesus naik ke surga.

Kita ini selamat karena “dicangking” atau “nunut” Yesus saja. Ibaratnya naik kereta api, kita ini ikut Yesus yang jadi masinisnya.

Yesus setia melaksanakan kehendak Bapa. Ia mengenal akrab BapaNya. Karena kita tidak mengenal Bapa, kita tidak percaya kepada Yesus. Ia berusaha menjelaskan siapa itu Bapa.

Tetapi karena kita berasal dari dunia dengan segala dosanya, maka kita tak mampu memahami apa yang dikatakan Yesus.

Kata Yesus, “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriKu sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu. Dan Ia yang telah mengutus Aku, menyertai Aku! Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepadaNya”.

Ketidakmampuan kita memahami tindakan Yesus membuat krisis yang berujung pada penyaliban. Salib adalah tindakan meninggikan Anak Manusia. Salib adalah jalan keselamatan.

Kita harus bangga pada salib Tuhan kita. Dengan salib, kita ikut “dicangking” Yesus kembali naik ke atas. Kita “nunut” ikut selamat karena ada salib Yesus.

Udan deres ora bisa udut
Neng dalan akeh angin lesus
Kita selamat karena boleh nunut
Dibawa kembali ke Bapa oleh Yesus

Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 08.04.19 Yohanes 8:1-11 Main Hakim Sendiri

PERISTIWA main hakim sendiri terjadi di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Sukamulya, Cikupa, Kabupaten Tangerang sekitar pertengahan November 2017.

Dua sejoli yang sedang makan malam bersama di kamar kost digedor massa. Mereka dituduh melakukan perbuatan mesum. Mereka digelandang di tengah jalan dan dipaksa telanjang menuju rumah ketua RW setempat yang berjarak 200 meter.

Massa brutal. Ada yang memukul, menendang, menelanjangi, bahkan merekam dengan kamera adegan pemaksaan kehendak itu. Video itu menjadi viral.

Polisi akhirnya menangkap 6 orang tersangka kasus main hakim sendiri itu, termasuk ketua RT, RW dan 4 warga sekitar. “Sangat disayangkan, ketua RT/RW yang seharusnya mengayomi warga, justru memprovokasi warga untuk melihat, merekam, bahkan mempersilahkan yang mau selfie dengan pasangan bugil itu” Kata AKBP Sabilul Alif, Kapolresta Tangerang.

Mengapa masyarakat suka main hakim sendiri? Pertama, karena tidak adanya kepercayaan kepada penegak hukum. Orang sering bilang, “Hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas”.

Kedua, ada “mental kelompok” yang hidup di tengah masyarakat. Orang mudah “dibakar” kalau hidup bergerombol. Ketiga, manusia sekarang lebih dikuasai “croc brain” daripada neocortexnya. Otak buaya lebih bersifat instingtif dan emosional, tidak mau berpikir secara logis-rasional.

Diprovokasi sedikit saja langsung meledak nafsu kebinatangannya. Muncul tindakan merusak, menghancurkan, “keroyokan” ala heyna yang sadis tak kenal ampun.

Bacaan Injil hari ini, persis seperti yang dibacakan pada hari Minggu Prapaskah V. Ahli-ahli Kitab dan orang-orang Farisi menangkap seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Mereka masih sedikit bermoral.

Mengadilinya berdasarkan kitab Musa yakni merajam dengan melempari batu kepada perempuan-perempuan itu. Kasus itu dihadapkan kepada Yesus untuk menjebaknya. Yesus tidak ingin menghukum, apalagi main hakim sendiri. “Akupun tidak menghukum engkau”.

Yesus justru mengampuni. Itulah tindakan Allah, mengasihi manusia berdosa dengan pengampunan. KasihNya tanpa pamrih. PengampunanNya tanpa batas.

Masa Prapaskah ini marilah kita alami pengampunan Tuhan. Marilah belajar dari Allah yang tidak mengingat dosa, tetapi mengampuni kita. Allah kita sungguh maha rahim.

Sakramen pengakuan dosa seharusnya menjadi sakramen kerahiman Allah. Sakramen itu tidak menakutkan tetapi membahagiakan karena kita dikasihi Allah.

Membeli karcis naik metro mini
Ternyata salah masuk ke gerbong kereta
Jangan suka main hakim sendiri
Allah saja mengampuni orang berdosa

Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 07.04.19 Yohanes 8:1-11 Hukum Rajam Bagi LGBT

BRUNEI DARUSALAM belum lama ini meresmikan hukum cambuk sampai mati bagi LBGT di negeri sultan itu. Banyak tokoh dunia antara lain Penyanyi Elton John dan Pembawa acara TV Ellen Degeneres memprotes keputusan Sultan Hasanah Bolkiah itu.

Hukuman itu berlaku bagi pelaku sodomi, perjinahan dan pemerkosaan. Mereka yang kedapatan melakukan kejahatan-kejahatan tersebut diancam hukuman cambuk sampai hukuman mati, sama seperti pelaku pencurian dan pembunuhan.

Elton John dalam cuitan di tweeter memprotes pemberlakuan hukum itu. Dia mengajak boikot menginap di hotel-hotel milik Sultan Brunei di seluruh dunia.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus dihadapkan masalah yang sama yakni seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Ahli-ahli Kitab dan orang-orang Farisi menempatkan perempuan itu di tengah-tengah orang banyak.

Mereka berkata kepada Yesus, “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam Hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari dengan batu perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapatMu tentang hal ini?”

Kasus ini sangat bagus untuk menjebak Yesus karena mereka sudah lama mencari kesempatan mempersalahkanNya. Tetapi Yesus cuek saja sambil menulis di tanah dengan jariNya. Mereka makin riuh rendah mendesak supaya Yesus memberi tanggapan.

Akhirnya keluarlah jawaban dari mulut Yesus, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini.”

Jawaban yang tidak terduga. Mencengangkan. Mereka berpandangan satu sama lain. Menunggu siapa yang berani melempar batu.

Akhirnya mereka hanya mengangkat bahu, mengeraskan bibir atas “njebemblek” saling berpandangan satu sama lain. Lalu meninggalkan gelanggang satu per satu mulai dari yang tertua. Itu berarti mereka mengakui sama-sama berdosa.

Tidak ada yang sempurna yang berhak menghukum perempuan itu. Bahkan Yesus pun juga menempatkan diri seperti mereka, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

Allah itu maharahim. PengampunanNya lebih besar daripada dosa-dosa manusia. Dalam Yesaya ditulis, “Beginilah firman Tuhan: Janganlah mengingat-ingat hal-hal terdahulu. Janganlah memperhatikan hal-hal dari jaman purbakala.”

Tuhan tidak punya catatan masa lalu. Semua sudah didelete. “Aku hendak membuat sesuatu yang baru”, kata Tuhan. Itulah kemahabaikan Tuhan. Kita pantas bersyukur dan hidup oleh belas kasihNya. Fokuslah pada masa depan. Allah akan membuat semuanya baru.

Bikin rujak dari buah kweni
Biar sedap campur daun pepaya
Belajarlah selalu mengampuni
Karena Allah tak pernah menghukum dosa

Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr