Puncta 13.10.20 / Lukas 11:37-41 / Zaman Orba

 

ZAMAN Pak Harto berkuasa, semua orang, apalagi pejabat, sangat takut. Kalau beliau akan berkunjung ke suatu tempat, semua orang sibuk melakukan persiapan. Dari Gubernur, bupati, tentara, polisi, camat semua terlibat tak terkecuali. Mulai dari seragam, latihan menyanyi, baris di pinggir jalan diatur sangat teliti. Kunjungan hanya satu jam, tetapi persiapan bisa berbulan-bulan lamanya. Semua harus kelihatan sempurna di mata Pak Harto. Semua dibuat yang bagus-bagus, tak boleh ada yang salah. Semua bertindak ABS (Asal Bapak Senang).

Anak-anak sekolah disuruh pak guru menghapal jawaban-jawaban yang sudah disiapkan. “Siapa bapak kamu?” Jawabnya harus serempak, “Bapak Suharto.”
“Siapa ibu kamu?” harus dijawab, “Ibu Tien Suharto?”
“Apa cita-cita kamu?” harus dijawab serentak, “Tentara Angkatan Darat.”

Saat berkunjung tiba. Pidato-pidato pejabat selalu memuji Pak Harto sebagai bapak pembangunan, bapak kaum tani, bapak nelayan, bapaknya rakyat Indonesia dan aneka sanjungan bak hujan yang tak pernah berhenti. Beliau memanggil seorang anak untuk maju ditanyai. Semua pejabat dan guru mulai keringat dingin menanti jawaban anak itu.

“Siapa bapak kamu?” kata Pak Harto. “Bapak Presiden” jawabnya lantang. Semua tersenyum. “Siapa ibu kamu?” Jawab anak itu, “Ibu Tien”. Semua orang lega. Hapalannya masuk. “Kalau besar besuk kamu mau jadi apa?” Anak itu mungkin grogi diberi tepuk tangan meriah. Ia terdiam, lupa. Dari jauh Pak gurunya memberi isyarat tangan menunjuk di dada dengan sikap tegak sempurna menatap langit. Maksudnya ABRI. Anak itu melihat ke pak guru bersikap begitu, dia menjawab, “Pengamen.”

Pikirnya dia disuruh mengatakan siapa dirinya, karena pak guru menunjuk dada. Dia memang tiap harinya mengamen. Kepala sekolahnya pingsan dan para pejabat pucat pasi. Besuknya Bupati langsung dipindah ke Kalimantan dan kepala sekolah digeser ke pedalaman.

Kadang kita hanya mementingkan hal-hal lahiriah, yang kelihatan. Seremonial dan upacara yang kasat mata demi menyenangkan pimpinan. Apa yang nampak di luar, biar kelihatan baik dan dipuji orang. kita sering mengabaikan inti yang terdalam, aspek batiniah yang jauh lebih mendasar.

Yesus mengkritik orang-orang Farisi yang hanya mementingkan sisi luarnya, atau chasingnya saja. “Hai orang-orang Farisi, kalian membersihkan cawan dan pinggan bagian luar, tetapi bagian dalam dirimu penuh rampasan dan kejahatan.”

Mari kita belajar memberi perhatian bagian inti dalam yang lebih utama supaya apa yang indah dari dalam akan memancar menjadi kebaikan bagi orang-orang di sekitar kita.

Malam-malam mengupas buah.
Dimakan sambil nonton sandiwara.
Jangan terjebak oleh yang lahiriah.
Karena hal itu bisa mengelabui kita.

Cawas, bunga warna merah…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 12.10.20 / Lukas 11:29-32 / Menyesal Kemudian Tiada Guna

 

SUATU kali saya pernah diminta untuk memberi sakramen minyak suci di Stasi Sukamaju. Waktu itu jalan belum diaspal halus. Masih jalan berlumpur. Apalagi antara Tayap dan Engkadin jalannya sangat buruk. Saya minta agak mundur karena masih padat acara. Dengan melewati jalan buruk waktu tempuh menjadi lama. Ketika saya sudah sampai di tempat, saya disambut dengan tangisan meraung-raung. Mereka bilang anak itu sudah meninggal. Hati saya serasa dihantam batu, “mak tratap….”

Ibu anak itu berteriak-teriak, “Mana Tuhan… mana Tuhan… Tuhan tidak adil mengapa anak saya mati?” Orang-orang berusaha menenangkan. Tetapi dia makin berteriak, “Tidaaaakkk…” sambil memeluk anaknya.

Aku mengajak mereka berdoa bersama dan ibu itu kemudian tenang. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku menyesal mengapa aku menunda-nunda untuk datang memberi minyak suci. Seandainya aku datang lebih awal, sebelum anak ini meninggal, mungkin akan lain. Penyesalan biasa datang setelah kejadian. Menyesal di kemudian hari tiada berguna.

Yesus diminta untuk membuat tanda, bahwa Ia adalah Anak Allah. Yesus berkata, “Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menuntut suatu tanda. Tetapi mereka tidak akan diberi tanda selain tanda Nabi Yunus.”

Kadang kita juga ingin bukti nyata bahwa Tuhan bertindak. Kita minta mukjijat-mukjijat yang menampakkan Tuhan hadir dan ada atas kesulitan kita. Bahkan tidak segan-segan kita menantang Tuhan. “Tuhan tunjukkan kuasa-Mu, buatlah mukjijat atas diriku.”

Orang-orang Ninive percaya kepada Yunus. Mereka semua bertobat. Mulai dari raja sampai rakyat dan binatang-binatang ternaknya. Bangsa Ninive diselamatkan karena percaya kepada Yunus. Tetapi orang-orang ini justru tidak percaya kepada Yesus. Padahal Dia lebih berkuasa daripada Yunus. Dia adalah Putera Allah.

Jangan pernah menunda untuk percaya kepada Yesus Putera Allah. Nanti kita akan menyesal di kemudian hari. Yesus adalah tanda keselamatan bagi dunia ini. Mari kita bertobat dan mengimani-Nya. Jangan sampai kita disalahkan dan dihakimi oleh orang-orag Ninive, “Kami percaya kepada Yunus dan kami selamat. Mengapa kamu tidak percaya kepada Yesus, yang lebih berkuasa daripada Yunus, dan kamu sekarang baru menyesal karenanya.” Marilah jangan menunda.

Pagi-pagi muncul ide senam sehat.
Akhirnya diganti bersepeda gembira.
Kalau kita mau selamat dunia akherat.
Percaya pada Yesus jaminannya.

Cawas, sekolah minggu mundur…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 11.10.20 / Minggu Biasa XXVIII / Matius 22:1-14

 

“Pengantin Sudah Siap, Pesta Dibubarkan”

SEKARANG ini orang enggan diundang ke hajatan pesta. Bukan karena sibuk dengan pekerjaan di ladang. Bukan karena banyak usaha yang harus dijalankan. Tetapi karena takut menimbulkan penyebaran covid19. Pemerintah sudah menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menyelenggarakan hajatan besar-besaran, karena bisa menimbulkan cluster baru penyebaran virus.

Tetapi tetap saja ada orang yang nekat mengelabui aparat. Di Jember pada akhir Maret lalu, polisi membubarkan acara hajatan yang tidak mengindahkan protokol kesehatan. Pengantin sudah naik ke pelaminan disaksikan ratusan warga yang hadir. Ada yang tidak jaga jarak. Ada yang tidak memakai masker. Aparat meminta supaya tamu-tamu bubar dan tenda dibongkar.

Pada waktu yang bersamaan, di Pangandaran lima resepsi pernikahan dibubarkan polisi karena menimbulkan kerumunan. Tiga acara digelar di Kecamatan Pangandaran. Satu acara di Kecamatan Kalipucang dan satu lagi di Kecamatan Padaherang. Lima resepsi tersebut kemudian dibubarkan.

Dalam Injil hari ini, Yesus mengutarakan sebuah perumpamaan. “Hal Kerajaan surga itu seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya.”

Semua orang diundang. Pesta disiapkan. Hidangan tersedia. Lembu-lembu sudah disembelih untuk jamuan. Tetapi para undangan tidak mengindahkan dengan berbagai alasan. Ada yang ke ladang. Ada yang sibuk dengan usahanya. Para hamba memaksa para undangan untuk datang. Bukan karena takut covid, tetapi mereka tak mau peduli. Orang yang dianggap pantas ke pesta perjamuan tetapi malah tidak mau datang.

Maka raja itu mengundang siapa pun, orang-orang di pinggir jalan, orang jahat, orang baik, orang berdosa, orang benar. Semua dipersilahkan datang. Tetapi karena ini acara pesta, maka tetap harus berpakaian pesta. Ada ketentuannya.

Apakah kita punya karakter sebagai orang yang pantas diundang? Apakah kita peduli dengan undangan Tuhan? Atau dengan berbagai alasan menolaknya? Apakah kita masuk dengan pakaian pesta yang sesuai? Kalau kita tidak mau dipermalukan di dalam pesta, maka kita mengikuti ketentuan yang dibuat oleh empunya pesta, tuan rumah yang mengundang kita.

Bunga melati bunga cempaka.
Dipetik untuk hiasan meja.
Kalau kita ingin masuk surga.
Ikuti peraturan yang empunya surga.

Cawas, sekolah minggu…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 10.10.20 / Lukas 11:27-28 / Siapakah Ibu-Ku?

 

Ibu adalah seorang wanita yang begitu perkasa, tegar, sekaligus mencintai semua anaknya. Karena ibulah kita semua hadir di dunia ini. Tentu saja, hal ini membuat Ibu menjadi pahlawan sejati. Tidak cukup sampai di situ saja, Ibu juga bersedia mengorbankan segala sesuatunya hanya demi kebahagiaan dan keselamatan anak-anaknya. Tidak percaya?

Bulan Oktober 2011 terjadi gempa besar di Jepang. Banyak bangunan luluh lantak. Banyak korban berjatuhan. Setelah reda, regu penyelamat dan pemadam kebakaran menyisir bekas-bekas reruntuhan. Ketika berada di sebuah rumah yang sudah ambruk, regu penyelamat menemukan seorang wanita tertelungkup menunduk. Ia seperti melindungi sesuatu di bawah tubuhnya. Wanita itu telah meninggal. Ketika diangkat, di bawah ibu itu ada seorang bayi berumur 3 bulan, terlindung reruntuhan oleh badan ibunya. Aneh bin ajaib, bayi itu masih hidup. Bayi itu sedang tidur lelap ketika gempa terjadi. Secara reflek dan otomatis, ibu itu melindunginya. Di dalam selimut bayi ada HP yang layarnya masih menyala. Di situ ada pesan, “Jika kamu hidup, kamu harus ingat bahwa ibu sayang kamu.”

Seorang ibu memang luar biasa. Adikku menggambarkan ibuku dalam sebuah tulisan puisi berjudul, “Ibu dan Jubah.”

Dalam jubah itu ada ibu.
Dalam doa, keringat dan air mata dalam jubah itu, ibu memberi persembahan terbaiknya dalam harapan, dalam iman yang tak pernah padam.
Dalam jubah itu perih kaki ibu tergores luka, berjalan menyusuri via Dolorosa, menemani Tuhan dalam doa bagi putranya.
Dalam jubah itu bau keringat ibu menjadi wangi semerbak menguat dalam asa kasat mata.
Dalam jubah yang tersimpan rapi di almari menyimpan hati ibu yang tersembunyi, mendaraskan doa tiada henti.
Ketika jubah itu terasa panas, ibu bilang, “kembalilah kepadaku, aku beri sejuk air hidup milikku yang tiada kering kutimba bersama Maria,Kanjeng Ibu.”

Dalam Injil ada seorang wanita yang berseru kepada Yesus, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung dan menyusui Engkau.” Tetapi Yesus berkata, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan sabda Allah dan memeliharanya.”

Bagi Yesus bukan status seorang ibu yang penting, tetapi mendengar dan mewujudkan sabda Allah itu lebih penting. Yesus memberi ruang selebarnya bagi siapa pun yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan, merekalah ibu dan saudara-saudara Yesus. Saudara bukan berdasarkan pertalian darah, tetapi karena sama-sama melaksanakan kehendak Allah. Siapa pun yang berkehendak baik dan melakukan ajaran kasih dari Allah, merekalah saudara-saudari kita.

Naik ke pohon memetik buah jambu.
Jambunya masak warnanya merah.
Siapakah ibuku? Siapakah saudaraku?
Merekalah yang melakukan kehendak Allah.

Cawas, VVV …..
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 09.10.20 / Lukas 11:15-26 / Rukun Agawe Santosa, Crah Agawe Bubrah

 

DENGAN muka merah karena marah, Adipati Karna menjawab kata-kata Prabu Salya yang ingin memberikan Kerajaan Mandaraka kepada para Kurawa sebagai ganti Hastina yang diminta para Pandawa.

“Disini ada mata-mata Pandawa yang berpura-pura jadi pinisepuh yang sangat dihormati. Tak mungkin kerajaan diserahkan begitu saja supaya kita tunduk pada Pandawa.” Kata Adipati Karna.

Dituduh sebagai mata-mata, Prabu Salya marah bukan kepalang. Ia menantang Karna untuk berperang tanding. Kalau tidak diredakan oleh Duryudana, Prabu Salya sudah menghajar menantunya sendiri yang angkuh itu. Kecurigaan dan persaingan membuat rapuh kekuatan Kurawa.

Kecurigaan itu juga menghantui Dursasana. Ia ingin maju ke medan perang. Tetapi dia malah disuruh menjaga Banowati, permaisuri Hastina. Ia kecewa dan sakit hati. Makin panas hati Dursasana, ketika Banowati menuduhnya sebagai laki-laki yang takut maju perang. Makanya dia disuruh menjaga perempuan.

Dursasana ganti menuduh Banowati sebagai orang yang dipasang Pandawa. Karena Banowati sangat mencintai Arjuna. “Kamu ini mata-matanya Arjuna. Kelihatan dari tingkah lakunya, kalau ada prajurit Kurawa gugur, kamu tersenyum puas. Kamu dipasang di Astina, supaya bisa mencari kelemahan Kurawa, dan kamu pasti berharap Pandawa menang supaya bisa menjadi gundiknya Arjuna.” Kata-kata Dursasana membuat telinga Banowati memerah.

Pertengkaran di dalam, dan persaingan antar keluarga membuat kekuatan Kurawa rapuh. Satu per satu mereka dapat dikalahkan. Kurawa hancur oleh rapuhnya ikatan persaudaraan mereka sendiri.

Yesus dituduh menggunakan kekuatan penghulu setan, yakni Beelzebul. Yesus berkata, “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah, pasti binasa. Dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jika iblis juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimana mungkin kerajaannya dapat bertahan?”

Kuasa Yesus adalah kuasa Allah. Kalau Yesus menyembuhkan orang dan mengusir setan, itu berarti kuasa Allah sudah hadir. Allah nampak nyata dalam diri Yesus. Mari kita mohon agar kuasa Yesus merajai kita sehingga kita mampu menghalau kuasa si iblis.

Betapa indah memandangi rembulan.
Sambil duduk bersimpuh di rerumputan.
Marilah kita membangun kerukunan.
Agar kita kuat mengatasi segala perpecahan.

Cawas, pelajaran ngopi…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr