Puncta 15.05.22 || Minggu Paskah V || Yohanes 13: 31-33a. 34-35

 

Perintah Baru

SEORANG ayah yang sudah tua dan sakit-sakitan, mengumpulkan semua anaknya. Ia tahu bahwa ajalnya sudah mendekat.

Maka dia ingin meninggalkan warisan yang berharga untuk hidup anak-anaknya ke depan.

Setelah semua anaknya ada di sekitarnya, ayah itu berkata; “Anak-anakku, apa yang ayah pegang ini?”

Ia menunjukkan beberapa tangkai lidi. “Coba, kalian pegang satu per satu. Sekarang patahkan!!

Anak-anaknya mematahkan lidi-lidi itu dengan mudah.

Lalu sang ayah memberikan sebuah sapu lidi.

“Coba sapu ini kalian patahkan.” Perintahnya kepada semua anak-anaknya. Masing-masing mencoba, namun tidak ada yang berhasil.

“Demikianlah jika kalian bersatu, maka kalian seperti sapu lidi, tidak bisa dipatahkan dan dihancurkan.

Inilah pesan ayah yang terakhir bagi kalian. Sepeninggal ayah, hendaklah kalian rukun bersatu. Jangan ada yang memisahkan diri, niscaya kalian akan kuat dan berhasil.”

Begitulah pada akhir hidup-Nya, Yesus memberi warisan nasehat kepada para murid-Nya dengan perintah baru.

“Demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu. Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”

Sekarang kita punya pola mengasihi, yakni dengan pola Yesus. Jadi mengasihi bukan semau kita, tetapi mengasihi dengan cara Yesus mengasihi.

Kita sering mengasihi hanya kepada orang yang mengasihi dan yang berbuat baik kepada kita.

Kadang malah kita suka membenci dan membalas dendam bagi mereka yang telah menyakiti, melukai, atau membuat kita menderita.

Hukum balas dendam; mata ganti mata, gigi ganti gigi masih sering melekat di dalam hati dan pikiran kita. Ini adalah hukum lama yang sudah usang dan jadi fosil.

Yesus membawa hukum baru, perintah baru yakni hukum kasih. Kasih itu hukum ilahi. Kasih itu nilainya paling tinggi. Hukum kasih mengatasi segalanya.

Yesus telah memberi teladan yakni mengasihi di kayu salib. Kepada orang-orang yang menyalibkan-Nya, ia berkata; “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan.”

Kasih menjadi nyata dalam pengampunan, bukan balas dendam.

Mengasihi memang tidak mudah. Kita sering jatuh, lebih mengikuti nafsu dan kemauan kita sendiri.

“Ngapain harus mengampuni, enak saja orang seperti itu diampuni, dia harus diberi hukuman setimpal,” demikian kata hati kita.

Maka marilah kita mohon Roh Yesus Kristus agar kita dapat meniru kasih-Nya yang tak pandang bulu dan tanpa pamrih.

Hanya karena Roh Kudus-Nya, kita mampu mengasihi seperti pesan wasiat Yesus itu.

Hari-hari panas terik sengatan mentari,
Rasanya seperti sedang ada di atas wajan.
Kasih itu happy dan tidak membenci,
Ajarilah kami kasih-Mu selalu ya Tuhan.

Cawas, perintah baru…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 14.05.22 || Sabtu Paskah IV || Yohanes 14: 9-17

 

Kisah John Griffit.

SEBUAH film pendek meraih nominasi Oscar untuk best live action short film berjudul “Most” yang berarti jembatan. Film ini menceritakan kisah nyata tentang seorang ayah yang mengorbankan anak satu-satunya demi menyelamatkan ratusan penumpang kereta.

Adalah John Griffit, penjaga lintasan kereta api di Missisipi bertugas menaikkan tuas agar jembatan naik sehingga kapal-kapal bisa lewat di sungai, dan pada jam tertentu menurunkan tuas kembali agar kereta penumpang bisa menyeberang sungai.

Anaknya Greg suatu kali ikut ayahnya yang sedang bekerja. Ia sangat senang melihat kapal-kapal yang melintas di sungai. Ia asyik bermain-main di bawah jembatan.

Ayahnya terkejut karena ada kereta yang akan lewat. Ia harus menurunkan tuas jembatan.

Namun apa yang terjadi sungguh membuat jantungnya berdegub kencang, anaknya tergelincir di roda-roda jembatan.

Dia sangat panik. Kereta akan segera lewat. Ia harus menarik tuas. Tetapi anaknya ada di bawah sana.

Jika tuas ditarik, anaknya akan tergencet oleh roda. Ia dikejar waktu yang makin sempit. Menyelamatkan penumpang kereta atau anak laki satu-satunya.

Dengan berat hati dan pikiran yang gundah dia mengorbankan anaknya agar ratusan penumpang Memphis Express tetap melaju dengan selamat.

Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”

Kasih Yesus sungguh luar biasa. Dia mengorbankan Diri-Nya agar kita semua selamat. Dia mengorbankan nyawa-nya untuk menebus kita.

Dia mengasihi kita sampai sehabis-habisnya. Tangan-Nya yang terentang di kayu salib mengisyaratkan cinta tanpa batas.

Karena kita dicintai sedemikian rupa, semestinya kita membalasnya dengan saling mengasihi, sebagaimana yang dipesankan kepada kita.

“Inilah perintah-Ku yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu.”

Tandanya kita menjadi sahabat-Nya adalah jika kita saling mengasihi. Kalau kita mengaku sebagai murid-Nya adalah jika kita melakukan apa yang diperintahkan Sang Guru kepada kita.

Oleh karena itu kita bisa bertanya pada diri kita masing-masing, sejauh manakah kita saling mengasihi?

Kalau kita mengasihi Kristus, berarti kita juga mengasihi sesama kita. Mengasihi Kristus nampak dalam tindakan kita mengasihi mereka yang lemah, miskin, tersingkir, kecil dan difabel.

Mengasihi tidak milih-milih. Mengasihi juga tidak ada pamrihnya. Sudahkah kita membalas kasih Kristus itu dengan mengasihi mereka tanpa balas?

 

Tidak ada bintang di malam hari,
Gelap gulita di malam yang sepi.
Marilah kita saling mengasihi,
Itulah hukum Tuhan peling tinggi.

Cawas, indahnya mengasihimu…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 13.05.22 || Jumat Paskah IV || Yohanes 14: 1-6

 

Hadiah Presiden

BAPAK Presiden sering memberi hadiah sepeda kepada banyak orang.

Setiap kali kunjungan atau acara-acara tertentu, Pak Presiden memberi pertanyaan kepada anak-anak atau warga. Kalau mereka bisa menjawab lalu diberi hadiah sepeda.

Bukan sepedanya yang paling penting, tetapi hadiah atau pemberian dari seorang Presiden itulah yang sangat berkesan nilainya.

Seandainya hadiahnya bukan sepeda, tetapi undangan makan malam di istana negara, pasti lebih heboh lagi.

Kita bisa bayangkan jika ada seorang dari pelosok atau pedalaman Papua atau Kalimantan diundang ke istana negara untuk jamuan makan bersama Presiden, bagaimana kira-kira rasanya orang yang belum pernah ke kota besar diundang ke istana presiden.

Ada perasaan senang, bangga, tapi juga bingung bagaimana harus berjalan menuju ke sana. Belum pernah tahu jalan ke Jakarta atau ke istana negara.

Bisa saja ke jakarta naik pesawat, pakai kereta atau sewa mobil pribadi. Tetapi kalau belum pernah tahu ke istana pasti akan bingung.

Lain lagi kalau Bapak Presiden mengutus ajudan untuk menjemput orang kampung itu. Dia akan diantar sampai ke istana.

Karena dengan ajudan pastinya harus melalui protokol atau prosedur yang ketat.

Sangat beda lagi kalau yang diutus menjemput adalah putranya sendiri. Putra presiden pasti punya previlegi khusus sehingga akan sampai di tujuan dengan aman dan selamat.

Putra presiden pasti tahu jalan yang benar dan akan menjamin sampai di dalam istana,

Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”

Sebagaimana Tomas, kita juga bertanya, “Tuhan kami tidak tahu kemana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?”

Yesus berkata, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup.Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”

Yesus adalah Putra Allah sendiri yang diutus untuk menjemput kita. Maka kita tidak perlu takut, pasti kita akan sampai ke tempat tujuan yakni rumah Bapa di surga.

Yesus adalah jalan, melalui Dia kita sampai kepada Bapa. Yesus adalah kebenaran, karena apa yang diajarkan Yesus adalah kebenaran yang akan membawa kita pada keselamatan.

Yesus adalah hidup itu sendiri, jika kita melalui jalan yang benar, pastilah terjamin bahwa kita akan memperoleh kehidupan kekal.

Jalan yang ditunjukkan Yesus tidak mudah. Jalan itu adalah jalan pengorbanan, jalan salib.

Tempat yang dijanjikan Yesus itu memang harus ditempuh dengan pengorbanan yakni memanggul salib.

Jika kita setia mengikuti jalan Yesus, Sang Putera Allah maka kita akan memperoleh kehidupan kekal.

Bersediakah kita mengikuti jalan yang ditunjukkan Yesus yakni memanggul salib bersama Dia supaya kita bisa sampai ke hidup yang sesungguhnya?

Hadiah presiden adalah sepeda,
Bisa diambil di istana negara.
Kalau kita mau sampai ke surga,
Jalan Yesus adalah jaminannya.

Cawas, janganlah gelisah hatimu…
Rm. A .Joko Purwanto, Pr

Puncta 12.05.22 || Kamis Paskah IV || Yohanes 13: 16-20

 

Musuh dalam Selimut

BETAPA sedih Mohamad Ali ketika dia harus berhadapan dengan teman sparing partnernya sendiri.

Pada 2 Oktober 1980 di Caesars Pallace Nevada pertarungan tinju terjadi antara Mohamad Ali dengan Larry Holmes. Padahal Holmes adalah teman berlatih setiap hari.

Waktu itu Mohamad Ali dipukul KO oleh Larry Holmes di ronde 11.

Peristiwa yang sangat memilukan karena Holmes adalah orang yang dibesarkan oleh Mohamad Ali. Dia hidup bersama dalam setiap latihan di ring tinju.

“Suatu saat kamu akan mengalami hal yang sama seperti aku.” Kata Ali.

Dan pada 22 Januari 1988 Mike Tyson membalaskan dendam Ali ketika dia memukul KO Larry Holmes pada ronde ke 4 di Convention Hall, New Jersey.

Larry Holmes adalah musuh dalam selimut bagi Mohamad Ali.

Kalimat pepatah ini mau mengatakan bahwa orang yang ada di dekat kita justru adalah musuh kita sendiri.

Kita tidak menyadarinya karena bisa jadi dia adalah orang kepercayaan kita. Dia sangat paham tentang kehidupan kita. Dia mengetahui semua rahasia dapur kita.

Dia berlagak dan berperilaku sangat baik dengan kita, tetapi di belakang dia sangat membenci kita. Bahkan berusaha keras untuk menjatuhkan kita.

Dengan diam-diam dan sembunyi-sembunyi dia menunggu kejatuhan kita.

Yang menyedihkan lagi, musuh dalam selimut ini berasal dari kalangan terdekat kita sendiri. Orang kepercayaan kita, teman sparing partner kita. Tangan kanan kita.

Dalam Injil Yesus sudah mengingatkan kepada murid-murid-Nya ketika Dia membasuh kaki mereka.

“Aku tahu siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.”

Di antara dua belas murid-Nya itu ada yang akan berkhianat. Diantara mereka yang duduk makan bersama, dia yang akan mengangkat tumitnya melawan Yesus. Dia adalah musuh dalam selimut.

Yudas adalah satu dari sahabat-sahabat Yesus. Yudas adalah orang yang dipercaya pegang kas kelompok. Tetapi dia justru menjadi musuh dalam selimut.

Musuh dalam selimut itu bisa kita jumpai di dalam organisasi, komunitas, grup, pekerjaan, kantor, dan dalam relasi pertemanan kita.

Orang yang sangat kita percaya, menjadi tangan kanan kita, sangat tahu dan paham tentang kehidupan kita, bisa menjadi orang yang tega menusuk dari belakang.

Banyak persahabatan menjadi hancur karena ada musuh dalam selimut. Dia adalah teman yang tega membuat lubang jebakan untuk kita.

Dia lebih suka mengorbankan teman sendiri, dan berani mengambil keuntungan bagi dirinya daripada setia dan loyal kepada yang telah membesarkannya.

Pertanyaan untuk refleksi: pernahkah anda punya pengalaman dikhianati oleh teman sendiri? Bagaimanakah sikap anda terhadapnya?

Mari kita belajar dari cara Yesus menghadapi musuh dalam selimut.

Malam kelam dan gelap gulita,
Hanya ada satu bintang di angkasa.
Betapa sedih dan sangat terluka,
Jika teman tega mengkhianati kita.

Cawas, sahabat sejati…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 11.05.22 || Rabu Paskah IV || Yohanes 12: 44-50

 

Hanoman Duta

KERA PUTIH bernama Hanoman diutus Prabu Rama pergi Ke Alengka. Dia ditugasi untuk menemui Dewi Sinta yang diculik Rahwana.

Perjalanan ke Alengka tidak mudah dan penuh bahaya. Ada banyak tantangan dan hambatan menghadang.

Di Alengka dia dihadang oleh para mata-mata kerajaan. Mereka menghalangi langkah Hanoman.

Namun dia berhasil masuk ke Taman Argasoka, tempat Dewi Sinta ditawan.

Hanoman memberikan cincin Ramawijaya. Sinta memberikan sisirnya sebagai tanda Hanoman sudah sampai sebagai duta, sekaligus harapan agar Rama segera menjemput istrinya.

Indrajit dan bala tentaranya mengetahui bahwa Hanoman masuk ke tempat Sinta. Taman dikepung dan Hanoman ditangkap.

Sengaja tanpa melawan Hanoman diikat kaki dan tangannya. Rahwana menyuruh agar Hanoman dibakar di tengah alun-alun.

Namun Togog Tejamantri menolong Hanoman dengan memberi minum sehingga ia kuat.

Hanoman berterimakasih kepada Togog dan berpesan agar tiang rumahnya diikat dengan janur kuning.

Para prajurit Indrajit membakar Hanoman dengan api membara. Seluruh tubuhnya dijilati api yang berkobar.

Namun Hanoman justru melemparkan api-api itu ke istana Rahwana, sehingga berkobarlah seluruh bangunan ludes dimakan api.

Hanya rumah Togog Tejamantri yang selamat dari amukan api.

Hanoman kembali ke Pancawati dan melaporkan apa yang telah terjadi di Alengka.

Dia menyampaikan pesan Sinta kepada Rama agar segera mengambilnya dari tangan Rahwana.

Yesus itu juga utusan Allah. Ia duta surgawi. Bapa mengutus-Nya untuk membawa keselamatan kepada umat manusia.

Siapa yang menerima dan percaya kepada-Nya akan selamat, tetapi bagi mereka yang menolak dan tidak percaya berada dalam hukuman yakni kegelapan.

“Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku.”

Yesus adalah Utusan Bapa. Sabda Yesus adalah sabda Bapa, karena Dia berasal dari Bapa.

“Sebab Aku berkata-kata bukan dari Diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Kukatakan dan Aku sampaikan.”

Seorang duta atau utusan berarti menyampaikan pesan dari yang mengutusnya.

Yesus membawa pesan dari Bapa-Nya yang di surga.

“Jadi apa yang Aku katakan, Aku menyampaikannya sebagaimana yang difirmankan Bapa kepada-Ku.”

Pertanyaan untuk refleksi; Apakah kita sungguh percaya akan sabda Yesus itu dan menghayatinya dalam kehidupan kita setiap hari? Apakah sabda Yesus menjadi pedoman langkah hidup kita?

Mentari bersinar diantara dedaunan,
Bunga-bunga mekar di hutan belantara.
Sabda Tuhan adalah terang kehidupan,
Yang percaya akan bahagia hidupnya.

Cawas, Sabda-Mu adalah pelita bagi jalanku….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 10.05.22 || Selasa Paskah IV || Yohanes 10: 22-30

 

“Wedhuse Gusti Yesus.”

SEORANG ibu pernah berkisah pada masa kecilnya dulu. Dia pernah diledekin sama teman-teman sekolahnya karena beragama Katolik.

“Kowe ki rak wedhus-wedhuse sing jenenge Yesus kae ta?” (Kamu ini domba-dombanya Yesus kan?).

Dia hanya tersenyum saja tanpa membela diri, karena tidak ada gunanya menjelaskan bagi orang-orang yang tidak percaya.

Semua hanya disimpan dalam hati. Bahkan dia malah mendoakan teman-temannya itu.

Dia sangat kaget ketika reuni sekolah, sekian puluh tahun tidak bertemu, kini teman yang dulu meledeknya itu malah menjadi Katolik.

Mereka ketemu saling berpelukan dan bercanda ria mengenang kenakalan masa kecil.

Kesalah-pahaman juga terjadi diantara Yesus dan orang-orang Yahudi. Kaum Yahudi mengalami kebimbangan.

Mereka ini berharap Yesus mengumumkan Diri-Nya sebagai Mesias. Mereka berkata, “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbagan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami?”

Mereka mengharapkan datangnya Mesias. Mereka ingin Yesus memaklumkan Diri-Nya. Mesias yang ditunggu adalah Mesias politis.

Mereka ini sudah dijajah terlalu lama oleh Bangsa Romawi. Maka mereka ingin Yesus memimpin sebuah gerakan menentang penjajah.

“Berapa lama lagi” menunjukkan betapa beratnya menjadi bangsa terjajah. Mereka ingin hidup merdeka.

Mereka butuh Mesias sebagai pahlawan yang maju berperang mengusir penjajah dan mendirikan kerajaan sendiri.

Sementara itu Mesias yang dibawa Yesus bukanlah mesias politik.

Maka Yesus berkata, “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya.”

Kedatangan Yesus Sang Mesias digambarkan dengan sebuah metafora sebagai Gembala. Kita semua diumpamakan sebagai domba-Nya.

Dia adalah Gembala yang menyelamatkan domba-dombanya, membawa domba ke tempat yang aman, menjamin domba sampai ke padang rumput yang hijau.

Karya-karya Yesus menunjukkan Dia sebagai Mesias; orang buta melihat, orang bisa berbicara, orang tuli mendengar, orang sakit disembuhkan, orang mati dibangkitkan, orang miskin mendapat kabar sukacita. Itulah tandanya Mesias datang.

Namun orang-orang Yahudi tidak mau percaya, karena mereka mengharapkan Mesias yang mampu mengusir Bangsa Romawi dari tanah air mereka.

Disinilah letaknya perbedaan dan kesalah-pahaman yang membuat mereka tidak mau percaya.

Pertanyaan untuk refleksi: bagi kita Yesus itu Mesias. Paham Mesias macam apakah yang kita hidupi selama ini?

Ke Pasar Johar membeli beras.
Dijual lagi di pasar Ambarawa.
Yesus Kristus adalah Mesias.
Dia menjamin keselamatan kita.

Cawas, Yesus andalanku…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr